Selasa, 11 September 2012

Don't Say Sorry - Part 1


미안하다고 말 하지마 - mianhadago mal hajima



“Yeol Mae, bantu aku mempersiapkan fashion show kami berikutnya ne?”
“Jae Kyung, kau ini kenapa harus selalu aku?”
“Yeol Mae...Saat ini kami kekurangan orang dan kau tahu kami tidak sanggup membayar tambahan pekerja. Hanya kau sahabatku yang bisa aku repotkan. Ne?”
“Ya! Apa karena aku single tidak seperti kau dan Ji Hee yang sudah berumahtangga????”
“Yeol Mae-ya.....Jebal....Uhm?”
Seperti biasa akting aegyo dari Jae Kyung selalu berhasil membuat Yeol Mae menyerah.

Joo Yeol Mae, Seon Jae Kyung dan Woo Ji Hee adalah tiga sekawan yang sudah berteman semenjak sekolah menengah atas. Sekarang mereka sama-sama berumur 30th.
Seon Jae Kyung menikah dengan Jung Min cinta pertamanya semenjak SMA dan sama-sama mereka mengelola perusahaan mereka di bidang fashion khususnya sepatu.
Woo Ji Hee yang gagal menikah dengan seorang dokter lalu jatuh cinta kepada teman sekerjanya Kim Tae Woo, mereka menikah dan sekarang Ji Hee sedang mengandung anak pertama mereka.
Hanya Yeol Mae saja yang belum menikah.

Dan seperti biasa Yeol Mae tidak bisa menolak keinginan Jae Kyung, karena pekerjaannya sebagai komposer sedang tidak begitu sibuk jadi ia bisa membantu Jae Kyung.

“Ya, Joo Yeol Mae kau memang selalu bisa kuandalkan.” puji Jae Kyung melihat kerja keras Yeol Mae saat membantunya.
“Mwo? Mwo? Apa yang mau kau suruh lagi padaku?” seakan tahu maksud Jae Kyung, Yeol Mae hanya bisa merengutkan wajahnya.
“Kekekeke, kau tahu saja Yeol Mae. Uhm, tolong aku belikan kopi di kafe terdekat ya. Kalau tidak salah ada kafe yang juga tidak jauh dari sini dekat studio mu. Namanya Atwosome coffee shop.”
“Ne, algaesseumnida.”tanpa membantah iapun menuruti kata-kata Jae Kyung. Karena ia tahu pasti Jae Kyung akan terus merengek kalau keinginannya tidak dituruti.

Sambil melihat sekeliling jalan akhirnya ia menemukan coffee shop yang dimaksud Jae Kyung.
Dan benar saja letaknya tidak jauh dari studio rekaman Yeol Mae.
“Bagaimana Jae Kyung tahu ada coffee shop di dekat studio milikku?” gumam Yeol Mae.
Suasana kafe yang begitu nyaman membuat Yeol Mae mengarahkan kedua matanya ke seluruh sudut kafe.
Sampai... “Aduh....” tubuh Yeol Mae menabrak seseorang. Dan rambutnya hampir tersangkut kemeja orang yang ditabraknya.
“Jusonghamnida....”ucap orang yang ditabrak Yeol Mae.
“Ani....Aku yang minta maaf. Mianheyo.” setelah meminta maaf Yeol Mae pun berlalu untuk memesan kopi yang dipesan oleh Jae Kyung. Dan kembali ke tempat Jae Kyung.

Dua hari kemudian di Studio Yeol Mae.
Yeol Mae terkenal sebagai seorang komposer yang disiplin terhadap artis garapannya. Tak jarang penyanyi yang datang kepadanya harus terus mengulang.
“Aiguuu...Kenapa kalian selalu saja mengulang kesalahan yang sama. Okay, break time 30menit. Kita ulang lagi nanti.” ujar Yeol Mae.
Ia pun berlalu meninggalkan studio.
“Aaah, aku belum lapar tapi sudah waktunya makan siang apa aku ke coffee shop yang itu ya?” gumamnya.
“Ne...Kajjaaaa...”serunya kepada dirinya sendiri.

“Yogie, aku pesan americano dan apa kau punya waffle?”tanya Yeol Mae kepada staf coffee shop.
“Jusonghamnida, tapi kami tidak menyediakan waffle kecuali untuk Breakfast set.”
“Oh...Uhm tapi aku....”
“Ani, kami akan menyediakan pesanan yang anda minta.” ujar seorang yang terlihat seperti pemilik dari coffee shop tersebut.
“Jongmal?”tanya Yeol Mae dengan senyum senang.
“Ye, waffle apa yang anda inginkan. Ini ada beberapa menu waffle kami.”ujarnya seraya menyodorkan waffle menu.
Mata Yeol Mae naik turun membaca buku menu tersebut.
“Uhm, yogie...Uhm....”ujarnya ragu dan kembali melihat waffle menu.
“Apa diantaranya tidak ada yang sesuai selera anda?”
“Begini....Uhm aku ingin makan siang tapi sebenarnya aku tidak begitu lapar. Ottae?”
Pemilik coffee shop itu terlihat bingung tapi kemudian seperti memikirkan sesuatu.
“Okay....Sepertinya aku punya sesuatu yang cocok untuk anda. Apa anda menyukai strawberry?”
“Uhm...Nomu choa.”
“Chakamanyo, aku akan segera menyiapkan pesanan anda. Silakan tunggu.”
“Ne, gomapsseumnida sajangnim.”dengan tersenyum Yeol Mae pun duduk sambil menunggu.

“Hyung, apa tidak apa-apa seperti itu?”tanya staf coffee shop.
“Ne, kita harus mementingkan pelanggan.”
“Tapi wanita itu bukan pelanggan kita kan hyung?”
“Aish, jincha! Apa yang kau katakan! Semua yang datang ke coffee shop kita adalah pelanggan. Dan pelanggan adalah raja.”
“Ne, arasseo hyung.”

Tak berapa lama pesanan Yeol Mae pun tiba. Ia terlihat bingung dengan waffle yang dibawa oleh pemilik coffee shop tersebut.
“Yogie...?”
“Creme Brulee Waffle. Anda bilang ingin makan siang tapi tidak begitu lapar. Nah, ini pilihan tepat. Cicipilah.”
“Nde...” Yeol Mae mencicipi waffle tersebut.
“Ottae?”
“Masittaaaa....Nomu nomu choa.....Gamsahamnida sajangnim.”ujarnya.
Pemilik coffee shop itu tersenyum puas.
“Nikmati makan siang anda.”
“Ne.....”
Pemilik coffee shop itu pun berlalu meninggalkan meja Yeol Mae.
* Ponsel Yeol Mae berdering *
“Yaaa.. Seon Jae Kyung apa lagi yang kau inginkan dariku.”
Menyadari suaranya yang agak keras Yeol Mae pun meminta maaf ke sekeliling terutama sang pemilik coffee shop yang berdiri di belakangnya dengan ekspresi sedikit terkejut.

Hari minggu yang cerah, tiga sekawan itu berkumpul di apartemen Yeol Mae.
Mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol sepanjang hari.
“Yeol Mae-ya....Apa kau tidak lelah sendirian di umurmu sekarang?”tanya Jae Kyung.
“Ne, Yeol Mae. Apa kau tidak kesepian?” tambah Ji Hee.
“Ani...Nan haengbokae.”jawab Yeol Mae.
“Keundae.....Nae chingu.....” sebelum Jae Kyung meneruskan kata-katanya Yeol Mae pun berkata.
“Ya! Seon Jae Kyung! Apa kau berniat membuatkan aku blind date lagi? Huh?”cecar Yeol Mae.
“Yeol Mae-ya....Pria ini berbeda...”
“Tetap saja, aku Joo Yeol Mae. Mana ada pria yang tertarik padaku. Aku tidak seperti kalian. Aku tidak cantik dan menarik. Dan pria akan lelah menghadapi wanita sepertiku.”
“Jebal Yeol Mae....Untuk sekali ini saja. Paling tidak kalian berkenalan dari sms. Tidak perlu blind date dulu. Kalau kau tidak mau atau memutuskan untuk menolak pria itu juga tidak apa-apa paling tidak kalian saling mengenal dahulu. Ne?”
“Mwo? Sms? Yak. Seon Jae Kyung! Jangan bilang kau sudah memberikan nomorku padanya!”
“Mian....” jawab Jae Kyung seraya bersembunyi di balik Ji Hee.
“Seon Jae Kyuuuunnnggg...” Yeol Mae mengambil bantal kecil lalu memukul-mukulkannya ke Jae Kyung. Ji Hee sibuk meredakan perkelahian kekanakan dari keduanya sampai ponsel Yeol Mae berdering.
“Cukupppp...Yeol Mae ponsel mu ...”ucap Ji Hee sambil menyerahkan ponsel Yeol Mae.

SMS : “Annyeong, Na.. Jae Kyung chingu. Uhm, mungkin kau sudah dengar aku dari Jae Kyung atau mungkin tidak. Kekekekeke....Oh..Namaku Ji Hoon...Mannaseo bangapsseumnida Yeol Mae ssi”

Tanpa disadari Yeol Mae, Jae Kyung dan Ji Hee diam-diam membaca sms itu.
“Ya! Kalian mengintip yaaaaaa....Aish....” buru-buru Yeol Mae menyembunyikan ponselnya.
“Aiguuu....Nae chingu.” reaksi Jae Kyung saat mengetahui sms Ji Hoon.
“Apa kau tidak mau membalasnya?”tambah Ji Hee.
“Ani...Wae?”
“Apa kau takut?” ledek Jae Kyung.
“Aniiiiii.... Keurae....Aku akan membalas sms nya.”

SMS : “Annyeong Ji Hoon ssi, ne aku sudah mendengar tentangmu dari Jae Kyung. Na tto bangapsseumnida.”

“Aiguuuuu... Uri Yeol Mae...” ledek Jae Kyung dan Ji Hee bersamaan.
“Cukup....Kalian ini. Ya..Seon Jae Kyung sebenarnya ia siapa?”
“Nama nya Shin Ji Hoon, aku mengenalnya dari Jung Min. Karena aku sering bergabung dengan teman-teman Jung Min maka dari itu aku juga lumayan dekat dengan Ji Hoon. Ia pria yang baik.”
“Jongmalyo?” tanya Yeol Mae.
“Uhm...” balas Jae Kyung dengan yakin.

Malam itu setelah Jae Kyung dan Ji Hee pergi, ia masih menerima beberapa sms dari Ji Hoon.
Yeol Mae menanggapinya dengan tenang.
“Uhm, mungkin pria ini memang pria yang baik. Dia teman Jung Min berarti setahun lebih tua dariku.” gumam Yeol Mae sambil menatapi ponselnya.

Percakapan mereka lewat sms pun berlanjut.

Sudah genap dua minggu percakapan sms tersebut terjadi. Saat ini Yeol Mae sedang disibukan oleh pekerjaannya. Ia sedang mengkomposeri sebuah soundtrack film.
Ia bekerja siang dan malam, tanpa ia sadari sms dari Ji Hoon pun ia acuhkan.
Suatu malam Yeol Mae melihat lima panggilan tak terjawab dari Shin Ji Hoon.
“Igeo mwoya? Kenapa banyak sekali panggilan tak terjawab darinya? Aneh biasanya ia hanya melakukan percakapan sms denganku.” gumam Yeol Mae.
“Yeol Mae ssi kita masih harus mengedit bagian chorusnya.”seorang staf dari bagian recording membuyarkan lamunannya.
“Ne, algaesseumnida.”
Rasa penasaran Yeol Mae pun terlupakan.

Akhirnya pekerjaan Yeol Mae selesai.
“Aaaahhhh....Punggungku rasanya sakit sekali. Sudah jam berapa ini? Sudah berapa lama aku di studio? Ah, benar sudah tiga hari sejak dateline.”
Iapun pergi membasuh wajah dan ia merasa sangat lapar.
“Ne, tentu saja aku lapar. Sudah tiga hari aku tidak keluar. Waffle time!”
Ia bergegas ke coffee shop dekat studio miliknya.

“Jogiyo, apa aku masih bisa memesan menu waffle?”tanya Yeol Mae ke staf coffee shop.
“Ah ye, nona sangat menyukai waffle ya. Apa anda mau Creme Brulee Waffle?”
“Ani....Aku sangat sangat sangat lapar apa kau punya menu waffle yang bisa membuatku kenyang? Hehehe...”
“Tentu saja ada....” tiba-tiba si pemilik coffee shop datang.
“Ah sajangnim...”
“Ne, jika kau mau menunggu sejenak, aku akan membuatkan waffle yang akan membuatmu kenyang.”
“Tapi hyung tanganmu kan belum sembuh benar.”
Yeol Mae yang mendengar hal itu refleks melihat ke arah tangan pemilik kafe tersebut yang memakai perban di tangan kanannya.
“Apa kau cidera?” tanya Yeol Mae khawatir.
“Gwenchana, hanya cidera kecil. Nah kau tunggu sedikit agak lama. Aku akan segera membawakan waffle untukmu. Ne?”
“Uhm.” Yeol Mae menuruti kata-kata pemilik coffee shop tersebut.

Setelah agak lama menunggu tiba-tiba ia teringat dengan Shin Ji Hoon. Malam kemarin ia mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Ji Hoon.
“Aku harus meneleponnya.” gumam Yeol Mae.
Awalnya saat Yeol Mae meneleponnya sama sekali tidak diangkat dan kemudian samar-samar ia mendengar sebuah nada dering bersamaan dengan datangnya sang pemilik coffee shop yang sedang membawa pesanannya.

Mata mereka saling menatap.
Sepertinya yang mereka pikirkan sama. Setelah meletakan nampan di meja. Pemilik coffee shop mengangkat ponsel miliknya dan berkata “Ne, Yeol Mae ssi aku adalah Shin Ji Hoon.”
Saking terkejutnya Yeol Mae hampir terjatuh dari bangku tempatnya duduk
Dengan sigap Ji Hoon menarik pinggang Yeol Mae dengan tangan kanannya, tanpa sadar tangannya tersebut sedang cidera.


~To Be Continue~

Ji Hoon - Yeol Mae

Jumat, 07 September 2012

Bittersweet of Love


Cho Kyuhyun....
Sebenarnya kita ini apa?
Aku bagimu adalah apa?

Ingin rasanya aku menanyakan hal itu padanya tapi selalu berakhir dengan aku yang memendamnya kembali.

End POV

Sudah hampir enam bulan Sungyoung dan Kyuhyun “dekat”. Tidak ada siapapun yang menyadari kedekatan mereka selama ini. Walaupun mereka satu kelas tapi tidak ada satupun teman sekelas mereka yang tahu hubungan mereka.

Siang itu Sungyoung seperti biasa menyelesaikan tugas piketnya seusai sekolah. Shi Hyobin teman dekat Sungyoung menghampirinya.
“Yak! Lee Sungyoung kenapa kau selalu saja membiarkan bocah itu tidak mengerjakan piket!” bentak Hyobin.
“Mworago? Kau panggil apa dia? Bocah? Yak! Shin Hyobin kau cari mati ya!”
Refleks Hyobin menghindari kepalan tangan Sungyoung dari kepalanya.
“Aish...Lee Sungyoung kenapa akhir-akhir ini kau selalu membelanya! Jangan-jangan...”
“Mwo? Mwo? Wae?”
“Jangan-jangan kau memendam cinta dan bertepuk sebelah tangan dengannya?” karena takut dengan respon Sungyoung, Hyobin lalu pergi meninggalkannya.
“Mwoyaaaaaaaa? Yak Shin Hyobiiiiiiiiiinnnn!” teriaknya.



Memendam cinta? Bertepuk sebelah tangan?

Mungkin benar juga apa yang dikatakan Hyobin. Sebelumnya tidak ada “pernyataan cinta” yang nyata keluar dari keduanya.

Mengingat percakapannya dahulu dengan Kyuhyun :

“Kalau kau terus-terusan sebaik ini kepadaku aku bisa jatuh cinta padamu.” - Sungyoung
“Kalau itu terjadi berarti maksud hatiku tersampaikan.” - Kyuhyun

POV

Aigoooo... Lee Sungyoung...
Kalau dipikir-pikir tidak seperti remaja lainnya, aku dan Kyuhyun tidak pernah merasakan kencan yang sesungguhnya. Seusai sekolah ia pasti langsung pergi bekerja part time di Soul Caffee.
Kadang aku menemuinya disana tapi karena ujian akhir yang semakin dekat mau tidak mau sepulang sekolah aku harus ikut bimbingan belajar jadi tidak bisa menemuinya.
Akhir pekan bagiku sama saja. Kyuhyun harus bekerja part time lagi yaitu mengajar les privat kepada murid SMP.
Seingatku aku pernah mengajaknya belajar bersama di sebuah kafe tapi yang terjadi adalah Kyuhyun benar-benar BELAJAR!

Aissshhh... Saat aku mengeluhkan kenapa ia hanya diam saja. Ia hanya membalas “Kita kan sedang belajar”.
Kesal rasanya seperti mau mencengkeram kerah kemejanya dan berteriak kepadanya.

Drrrttt.... * ponsel nya bergetar
“Yeoboseyo?”
.....................
“Ah majayo, bimbingan belajarku! Ne, eomma aku berangkat sekarang”.

End POV

Sungyoung bergegas menuju tempat bimbingan belajarnya.

Secepat apapun ia berusaha untuk tidak terlambat ia masih saja telat.
Dengan ragu ia mengetuk pintu ruangan kelas.
“Masuklah.” saat mendengar jawaban dari dalam kelas iapun memberanikan diri untuk masuk.
“Jusonghamnida songsaengnim aku telat.” ujarnya seraya membungkukan badannya.
“Gwenchana, pelajaran baru saja mau dimulai.”jawab songsaengnim namun itu bukan suara yang biasa ia dengar.
Perlahan Sungyoung menegakkan tubuhnya hingga ia bisa melihat dengan jelas sosok di hadapannya tersebut.

Namja berkacamata itu jelas bukan songsaengnim yang biasa mengajarnya. Spontan saja ia memberikan tatapan bingung sehingga namja tersebut menyadarinya.
“Ah ye. Kau telat saat perkenalan tadi ya. Aku Lee Jang Woo untuk sementara menggantikan Kim Songsaengnim yang sedang sakit.” ujarnya seraya menjulurkan tangannya.

Dengan wajah terpesona iapun meraih uluran tangan Jang Woo. Namun ia segera tersadar dan bergegas menuju mejanya.

Entah kenapa perasaan yang sama muncul tiap kali ia melihat Jang Woo. Perasaan yang sama seperti yang ia rasakan terhadap Joongki.

"Sillyehamnida songsaengnim..."panggil Seungyoung seusai bimbingan belajar.
"Ne, Sungyoungie."
"Eh? Anda tahu namaku?" ucapnya dengan ekspresi terkejut.
Lalu Jang Woo agak membungkuk kearahnya dan mendekatkan wajahnya persis di hadapan Sungyoung.
"Mwo...mworago?" Seungyoung pun salah tingkah.
Dan Jang Woo menunjuk ke arah dada bagian kanan.
"Lee....Sung...Young...."
Sungyoung baru menyadari nametag seragam sekolahnya. Pantas saja Jang Woo langsung memanggil namanya.

"Ah ye, aku lupa aku kira songsaengnim sudah mengenal aku sebelumnya. Hehe.."katanya sambil terkekeh menahan malu.
"Ne....Aku memang sudah mengenalmu."
Mendengar kalimat menggantung dari mulut Jang Woo, Sungyoung tidak mau terburu-buru mengambil kesimpulan seperti sebelumnya lalu ia bertanya "Maksudnya songsaengnim?"

"Benar juga kau pasti lupa. Dan mungkin sudah lupa dengan janjimu kepadaku dulu."jawabnya dengan sedikit tersenyum ke arah Sungyoung.
"A..Aku tidak mengerti songsaengnim."
"Oppa....Kau dulu biasa memanggilku Woo Oppa."
"Woo oppa?"
"Kau masih belum mengingatku? Gwenchana, ingatlah perlahan ya.

Kata-kata Jang Woo masih teringat dalam pikiran Sungyoung.
Sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya ia tetap saja mengingat-ingat dimana ia dan Jang Woo saling mengenal.
Terdengar bunyi ketukan di pintu kamar Sungyoung.
"Seungyoungie keluarlah, kita sedang ada tamu." panggil Eomma.
"Ne eomma, chakamanyo."
Iapun bersiap keluar dari kamarnya.

Terdengar suara tawa namja asing dari arah ruang tamu.
Ragu ia melangkahkan kakinya hingga eomma memanggilnya.

"Sungyoungie, apa yang kau lakukan? Ayo cepat sapa tamu kita."
"Ne eomma...." dengan perlahan ia menghampiri ruang tamu dan mengucapkan salam.

"Sungyoung....Kita bertemu lagi...."
"Mwo? Songsaengnim? Kenapa ada disini?" dengan wajah terkejut ia mendapati Jang Woo dihadapannya.
"Aiguuu.... Sungyoung...Jadi benar apa kata Jang Woo kalau kau tidak mengenalinya?"tanya eomma.
"Ne?" Sungyoung semakin bingung.
Jang Woo mendekatinya dan mengusap lembut poni Sungyoung seraya berkata "Gwenchana eommonim, waktu itu Sungyoung kan masih sangat muda."
"Ah benar juga." lalu mereka melanjutkan percakapan.
Tapi tidak dengan Sungyoung yang masih keheranan. Ia sama sekali tidak ingat siapa itu Jang Woo.

Malam itu, percakapan eomma dan Jang Woo yang sesekali membahas masa kecil Sungyoung seakan namja itu benar-benar sangat mengenalnya.
Di saat seperti itu ia tidak menyadari ponselnya bergetar.
Nama 'Cho Kyuhyun' tertera di ponselnya.



POV
 Cho Kyuhyun? Kenapa ia meneleponku?
Aiguuu...Kenapa bisa tidak sadar ada telepon darinya...
Argh....

Lebih baik aku meneleponnya lagi.
Mwo? Nomornya tidak aktif? Marahkah?
Andwaeee....

End POV

Dengan tergesa-gesa ia berlari keluar dengan cepat ia meraih tasnya.
Di hari minggu seperti ini Kyuhyun tidak bekerja part time di kafe, biasanya ia ada di perpustakaan.

Sesampainya disana ia melihat hampir ke seluruh sudut ruang perpustakaan dan ia tidak menemui sosok nya. Lalu ia mencoba mencarinya di salah satu siswa les privat Kyuhyun yang ia perkenalkan padanya dulu.
Namun ia pun tidak mendapatinya disana.

RUMAHNYA! Batin Sungyoung berkata, tapi sampai detik itu pun ia tidak mengetahui rumah Kyuhyun.
Kyuhyun tak pernah mengizinkannya ke rumahnya ataupun tahu tentang rumahnya.

Air mata mulai mengalir di sudut matanya. Tak henti-hentinya ia menyesali kenapa ia tidak tahu Kyuhyun meneleponnya malam tadi.
Sungyoung adalah tipe yang akan mengeluarkan air matanya walau dimanapun ia berada.
Jika rasa sesak memenuhi relung hatinya ia hanya bisa menangis.



Sosok Sungyoung yang duduk di anak tangga dengan isak tangis yang terdengar membuat orang-orang yang melewatinya melihat dengan pandangan aneh.

Hingga seseorang menyentuh pundaknya dan memanggilnya.
"Sungyoung, apa yang kau lakukan disini?" Sungyoung pun menengadahkan kepalanya.
"Yeonjoo unnieeeeeeeee..." panggil Sungyoung seraya berhambur ke pelukan Yeonjoo.
"Wae kau menangis di pinggir jalan seperti ini? Tadinya aku ragu ini kau atau bukan. Marhaebwa "
"Unnieee...Apa kau tahu dimana rumah Kyuhyun? Aku.. Aku mencarinya...Tapi....Huwaaaa..." ia pun kembali menangis dan kali ini makin menjadi-jadi.

"Aiguuu.... Uljima....Ayo tenangkan dirimu dan perlahan ceritakanlah ada apa dengan Kyuhyun?"
"Ne unnie...."
Beberapa saat kemudian Sungyoungpun tenang dan ia mulai bercerita.
"Tadi malam aku mendapat banyak panggilan tak terjawab dari Kyuhyun tapi aku baru menyadarinya tadi pagi. Dan saat aku meneleponnya nomornya sudah tidak aktif, lalu aku mencarinya ke tempat-tempat biasa yang ia datangi setiap hari minggu tapi aku tidak menemukannya. Dan aku tidak tahu dimana rumahnya."

"Uhm, begitu ya. Kalau begitu aku antar kau kerumahnya. Mendengar ceritamu aku juga menjadi khawatir."
"Jincha unnie?"
"Ne, kachik kajja."

Akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen kecil dengan bangunan tua nya dan aroma pengap yang mengelilingi sekitarnya.
Yeonjoo menekan bel tepat di salah satu pintu apartemen di lantai 7 tersebut.
Muncullah sesosok wanita tua.
"Halmeonie, Kyuhyunie...Apa ia ada?" tanya Yeonjoo kepada wanita tua itu dengan suara yang agak keras.

Sosoknya yang seperti berumur 80th itu membuat Sungyoung bertanya-tanya dalam hati. Apakah ia nenek Kyuhyun? Apa pendengarannya sudah memburuk?

"Kyuhyunie? Ia pergi...."
"Eodi?"
"Nae ttal menjemputnya pagi ini, ia menikah dengan seorang pria kaya dan ingin Kyuhyun tinggal dengannya."

Jantung Sungyoung seakan terkena goncangan yang hebat mendengarnya.
"Halmeonie....Apa kau tahu dimana mereka tinggal?"
"Mereka sudah bukan keluargaku jadi jangan tanya aku lagi. Kha! Kha!"
Dengan kasar nenek Kyuhyun mengusir Yeonjoo dan Sungyoung.

Sudah tiga hari semenjak kejadian itu ia tidak mendengar kabar dari Cho Kyuhyun sama sekali.
Dari yeonjoo ia mengetahui kalau Cho Kyuhyun berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Ayah dan Ibunya yang bercerai membuatnya untuk tidak memilih satu diantara mereka untuk tinggal tapi ia memilih tinggal bersama neneknya.
Ayahnya sudah lama menikah dengan wanita lain.
Itulah sebabnya ia bekerja keras seorang diri.
Menjadi barista adalah cita-citanya karena ia senang melihat orang-orang yang meminum kopi merasa senang. Ia memiliki otak yang cerdas namun ia tidak mau menjadi seorang guru atau semacamnya karena ia tidak mau menjadi seperti ayahnya yang seorang profesor.
Ia berpikir otak yang cerdas tidak membuat seseorang menjadi baik karena ayahnya pun meninggalkan ibunya demi wanita lain yang lebih berpendidikan dan kaya.

"Sungyoungie....Sebenarnya kau sakit apa? Sudah tiga hari ini kau tidak nafsu makan. Beranjak dari tempat tidurpun tidak. Ada apa denganmu Sungyoung?"
Ibu Sungyoung sangat khawatir dengan putri satu-satunya itu.
Terdengar bunyi ketukan pintu dari depan kamar Sungyoung, lalu seseorang membuka pintu.
"Jang Woo, kau datang."
"Eommonim, sudahlah biar aku yang menemani Sungyoung, beristirahatlah eommonim."
"Ne, aku harus mengurus makan malam. Tolong temani uri ttal, ne Jang Yoo?"
"Ne eommonim."
Melihat Sungyoung yang hanya terbaring di ranjangnya ia tiba-tiba teringat masa kecilnya bersama Sungyoung.

Flash Back

Jang Woo, 12th adalah anak dari teman ibu Sungyoung.
Sejak kecil Sungyoung kecil (6th) selalu menghabiskan waktu bersamanya.
Suatu ketika saat mereka bermain bersama Sungyoung terjatuh dan menangis kencang.
Membuat Jang Woo kebingungan.
"Sungyoungie...Uljimayooo..."pinta Jang Woo namun Sungyoung masih menangis.
"Jika kau menangis seperti itu tidak akan ada yang mau jadi pengantinmu."tambah Jang Woo.
Bukannya berhenti, tangis Sungyoung makin menjadi-jadi."
"Gwenchana...Jika tidak ada yang mau menikah denganmu. Aku yang akan menikahimu."
"Jongmal woo oppa?"
"Ne..."
"Yaksok?"
"Uhm."

End of Flash back

Masa lalu yang telah dilupakan oleh Sungyoung namun tetap ia ingat.

Setelah Ibu Sungyoung menutup pintu, Jang Woo perlahan duduk di bangku sebelah ranjang Sungyoung.
"Sungyoungie, oppa tidak tahu apa yang terjadi denganmu. Tapi coba lihatlah ini."
Ia menyodorkan sebuah album foto berwarna putih dengan bunga-bunga kecil di tengahnya.


Beberapa foto Sungyoung dan Jang Woo ada di dalam album foto tersebut.
"Ini...Sungyoung yang kukenal. Sungyoung yang ceria yang walau sedikit cengeng tapi tidak seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan eommonim? Apa ia punya salah sampai kau membuatnya khawatir seperti ini? Sungyoung apapun yang terjadi padamu pasti eommonim bisa merasakan. Saat kau sedih ia pasti lebih sedih. Saat kau sakit ia pasti lebih sakit."
Sudut mata Sungyoung mulai berair mendengar kata-kata Jang Woo.

Jang Woo benar, ia tidak boleh membuat eomma nya sedih hanya karena ia sedih.

"Mianhe..." lalu air mata Sungyoung berderai.
Dengan lembut Jang Woo memeluknya.
"Gwenchana..."

Waktupun berganti, Sungyoung pun menyelesaikan sekolahnya di SMA.
Dan sudah 4th ia menjadi seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama.
Hampir setiap hari ia lalui bersama Jang Woo.

Siang hari di Haeundae street.

"Oppa......Aku berjanji akan mentraktirmu jika aku bisa menjadi intern. Nah....Oppa mau aku traktir apa?"
"Uhm...." mata Jang Woo mengarah ke restoran steak.
"Oppaaaa...Masa oppa meminta traktiran yang mahal seperti itu dari mahasiswi sepertiku?"
"Hahaha...Kau kan akan menjadi intern. Kalau begitu aku mau itu saja." jari Jang Woo mengarah ke sebuah kafe.
"Kopi?" tanya Sungyoung memastikan.
"Uhm, aku haus. Traktir aku kopi ya."

Sungyoung ragu saat melangkahkan kakinya ke sebuah coffee shop.
Tapi karena itu janjinya maka ia menemani Jang Woo ke coffee shop itu.
"Aku mau 1 coffee latte dan 1 americano."pesan Jang Woo.
"Oppa, kenapa kau pesan 2 sekaligus? Apa kau mau meminum kedua-duanya?"
"Ani, coffee latte untukmu."
"Mwo? Tapi aku tidak minum kopi."
"Agassi, anda tidak minum kopi? Tapi dijamin setelah meminum kopi buatan barista kami kau pasti akan menyukainya." ujar salah seorang namja yang menjadi kasir di tempat itu seraya mengarahkan telunjuknya ke seorang barista muda.

"Cho Kyuhyun...!" alangkah terkejutnya Sungyoung yang tiba-tiba mendapati sosok Kyuhyun dengan apron hitam dan kemeja putih yang ia kenakan.
Tanpa ragu ia berlari ke arah Kyuhyun, "Nappeun....Nappeun namja.....Kau meninggalkanku begitu saja."

"Sungyoung....Mianhe....."
"Neol nappeunun! Aku tidak peduli kau menganggapku apa tapi aku mencintaimu Cho Kyuhyun."
"Babochi....Kau pikir aku tidak tersiksa jauh darimu. Aku Cho Kyuhyun selama ini berusaha menjadi seorang namja yang lebih baik dan akan kembali padamu."
"Ani...Aku tidak butuh itu. Yang aku mau seorang Cho Kyuhyun. Pria yang membuatku jatuh cinta dengan senyuman yang hangat itu."

POV

Ternyata aku tidak butuh pernyataan cinta dari Kyuhyun aku hanya menginginkannya tetap berada di sisiku.
Aku yang berpikir bisa melupakanmu sejenak sirna dan kembali mencintaimu saat aku melihatmu.
Walau waktu berganti hanya ada ia di hatiku - Cho Kyuhyun.

Bagai rasa kopi yang pahit yang manis seketika tertuang krim dan gula.
Begitulah pahit manis cintaku....

End POV

Pahit manis cinta yang terpendam jauh lebih dalam dirasakan oleh Jang Woo.
Baginya Sungyoung bukanlah sekedar gadis kecil.
Baginya Sungyoung adalah cinta pertamanya.
Tapi Jang Woo sadar kisah masa lalu nya hanya akan menjadi kenangan indah.

~THE END~

Kamis, 24 Mei 2012

Neoreul Saranghae


*Percakapan dibawah ini menggunakan bahasa korea tapi ditranslate sama author :p

“Kyaaaaaaaaaaa…… Kesiangaaaannnnn….!!!!” Teriak Nurul  pagi itu seraya berlari menuruni anak tangga.
Buk… buk…bukkk…. Terdengar suara gemuruh langkah kaki nurul menuruni tangga.
Satu tempat yang ia tuju adalah kamar mandi.
“Aku telat ini… siapapun yang ada di kamar mandi aku perintahkan untuk keluar!” ujarnya ala mantili.

“Noonaaaa…. Tunggu sebentar aku belum selesai sampoan!” jawab seseorang dari dalam kamar mandi.
“Sehuuuunnnnn…. Udah barengan aja mandinya…Noona udah telat iniiii…!!!! “
*apakah author akan membiarkan Nurul mandi bareng dengan Sehun? Oh tidak bisaaa*  ala Sule.

“Biasanya noona juga gak mandi kan kenapa tiba-tiba mau mandi?” kata Lay dengan santai.
“Aisssshhhh…..” dengan kesal Nurul berlari kembali ke kamarnya.
Terdengar bunyi gaduh dari kamar Nurul, tak berapa lama ia pun turun dengan pakaian kerja lengkap.
Benar kata-kata Lay, Nurul pun berangkat pagi itu tanpa mandi.

“Nurul, sarapan mu tidak dimakan?”tanya ibu Sehun yang kebetulan tante dari Nurul.
Bagai video yang di pause, Nurul mendadak berhenti dan berbalik ke arah meja makan dan mengambil sebuah sandwich.
“Imo… Aku berangkatttt…” pamitnya.

# Nama lengkapnya adalah Nurul Musolina, 25tahun dan ia bekerja di sebuah Event Organizer.
 Ia adalah orang Indonesia yang bekerja di Korea. Di Korea ia tinggal bersama sepupu dari sepupu dari sepupu Ayahnya (intinya sodara jauh dah :p ) yaitu Ibu dari Sehun, sedangkan Lay adalah keponakan dari Ayah Sehun yang berdarah Cina. Ia sedang menjalani pertukaran pelajar.

Back to the Nurul’s story.

Dengan tergesa-gesa ia berusaha mencapai kantor walau telat. Taktiknya adalah menitipkan tas nya di resepsionis lalu ia pura-pura seakan-akan dia baru dari toilet karena kalau sampai manager Choi Seunghyun (TOP) tahu ia telat ia pasti kena hukuman. Dan Manager Choi adalah manager yang terkenal tegas dan tanpa ekspresi.
Ia berjalan dengan santai ke meja kerjanya seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
“Ehemmmm…..” seseorang berdehem di belakangnya.
Saat Nurul berusaha melihat asal suara itu ia sangat terkejut ternyata Manager Choi  sudah berdiri di belakangnya.
“Eh..Pak Manager….”ucapnya seraya tersenyum.
Tanpa bicara sang manager menyerahkan sebuah tas yang tidak lain adalah tas Nurul.
Menyadari taktik nya sudah terbongkar iapun lekas meminta maaf kepada Manager Choi.

“Maafkan saya Manager Choi, saya janji ini yang terakhir kalinya saya telat bulan ini(eh?)”
Tapi Manager Choi hanya diam.
Setelah menarik nafas panjang iapun berkata, “Bawa tasmu dan ikuti saya.”
“Maksudnya?”  ini tampang yang muncul tampang cengo gituh :p

Walau ia tidak tahu apa maksud Manager Choi tapi Nurul tetap mengikutinya dari belakang sampai mereka masuk ke dalam mobil pun tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulut keduanya.
Karena penasaran akhirnya Nurul memberanikan diri untuk bertanya.
“Kita mau kemana manager? Apa jangan-jangan manager mau menghukumku di tempat lain?”
Manager Choi tidak menjawab tapi hanya menoleh kea rah Nurul dan kembali fokus menyetir.

“Aduh, mau diapain ini sama manager Choi? Apa aku mau ditenggelemin di sungai Han atau didorong dari Namsan tower atau gimana ini? Aduuuhhh…” Nurul berkata dalam hatinya.

Tak berapa lama mereka pun sampai di sebuah gedung.
“Ayo turun.” Ujar manager Choi.
“Ini bukannya lokasi event kita selanjutnya manager?”
“Tentu saja, memang kau pikir aku mau membawamu kemana?”
“Ah tidak… Saya pikir Manager Choi mau menghukum saya karena terlambat. Hehehe.”
“Siapa bilang aku tidak akan menghukummu. Tapi itu nanti.”
“Maksud manager?”
“Nanti akhir bulan saya hukum kamu dengan potong gaji.”
“Hahhhh?????” reaksi Nurul.
“Hehehe…. Saya bercanda.” Ujar Manager Choi  seraya tersenyum manis.
Reaksi Nurul saat itu sangat terpesona melihat senyuman yang sangat langka itu. Namun ia segera menyadarkan dirinya. Karena saat itu ia terlihat seperti orang yang hilang akal karena satu senyuman saja.
“Terima kasih Manager Choi!” ucapnya seraya membungkuk.
Senyuman Manager Choi membuatnya berdebar-debar. Sebenarnya sudah sejak lama ia menaruh hati kepada sang manager.

Keesokan harinya ia ada janji bertemu dengan seorang klien yang memakai jasa Event Organizer tempatnya bekerja. Orang itu adalah seorang pemain klarinet yang akan mengadakan sebuah showcase.

Pemain klarinet yah…. Jangan-jangan kayak squidward gitu lagi..Ihhh….”keluhnya dalam hati saat menunggu kliennya itu tiba di sebuah restoran.
Karena bosan iapun memesan terlebih dahulu.
Setelah 30menit berselang sang pemain klarinet itupun masih belum datang.
“Permisi nona…”seru seorang pria muda yang tampan walau ada sedikit bekas jerawat di kedua belah pipinya namun tidak menghilangkan ketampanannya :p
“I… i… yaa…”jawab Nurul terbata-bata karena terpesonanya dengan pria itu.

Wah jangan-jangan pria ini mau duduk semeja sama aku ni tapi tidak bisa! Aku sedang ada janji sama klien! Aku harus menolaknya baik-baik.” ujar Nurul dalam hati.

“Maaf tapi anda tidak bisa duduk disini karena saya sudah ada janji dengan seseorang.”
“Eh? Anda bukannya staff dari event organizer ?” tanya pria itu.
“A…Anda pemain klarinet itu? Cho Kyuhyun ssi?”
“Iya saya Cho Kyuhyun.” Jawabnya seraya menebar senyum termanis.
“Oh..Si…Silakan duduk….Maaf saya tidak tahu.”
Buyar semua bayangannya tentang pemain klarinet yang mirip squidward.

Namun Cho Kyuhyun tidak langsung duduk, ia melihat piring dan gelas yang sudah kosong.
“Kamu pasti lelah dan lapar ya saat menungguku?”
“Eh?” kemudian Nurul tersadar dengan piring dan gelas di hadapannya.
“Oh bukan…Ini bukan aku yang makan. Uhm… Mungkin ini piring dan gelas kosong bekas tamu sebelumnya dan pelayannya mungkin lupa membereskannya .” kata Nurul berkilah.

Selama meeting tersebut Nurul tak henti-hentinya terpesona dengan Cho Kyuhyun. Dan saat itu juga ia jatuh hati padanya dan selalu mencari-cari cara untuk bertemu dengannya.

Di kantor.

“Nurul, kamu mau kemana?”tanya teman kerjanya.
“Aku mau meeting dengan Cho Kyuhyun ssi.”
“Lagi?”
“Iya.”jawab Nurul singkat.
“Uhm, apa kamu tidak penasaran sama anak Presdir?”
“Memangnya ada apa dengan Anak Presdir?”
“Kudengar ia akan datang berkunjung, dan dengar-dengar orangnya tampan tapi agak playboy.”
Nurul tidak merespon tapi ia berdiri dari bangkunya dan mengambil tasnya lalu berkata “Maaf aku tidak punya waktu untuk seorang playboy! Huh!” dengan kesal ia meninggalkan temannya namun karena tidak hati-hati ia menabrak seseorang hingga orang tersebut jatuh. ( dahsyat ye tenaganya :p )

Mengetahui ia telah mencelakai orang lain iapun langsung menolong orang tersebut.
“Maafkan saya. Saya sama sekali tidak sengaja.”
“Oh tidak apa-apa nona…..”
“Nurul….” Jawab Nurul otomatis setelah melihat ketampanan pria di hadapannya itu.
“Nurul ssi….Apa kau juga baik-baik saja?” tanyanya dengan mengarahkan senyum yang mampu membuat hati Nurul ‘meleleh’.
Teman Nurul yang mengenali pria tersebut lalu membisikan sesuatu ke Nurul “Itu anak presdir, namanya Junhyung.”
“Benarkah?”tanya Nurul setengah tak percaya. Dijawab dengan anggukan oleh temannya.
Setelah berbincang-bincang dengan Junhyung, Nurul pun tersadar dengan janjinya kepada Cho Kyuhyun untuk bertemu. Iapun meminta izin untuk sejenak menelepon seseorang yaitu Cho Kyuhyun untuk membatalkan meeting hari ini.

Hari-hari kerja Nurul sangatlah menyenangkan akhir-akhir ini.
Ia bisa akrab dengan Manager Choi yang terkenal galak, meeting berdua dengan Cho Kyuhyun si pemain klarinet  yang tampan dan sesekali menemani anak presdir yang tampan yaitu Junhyung untuk sekedar mengobrol atau menemaninya makan siang saat ia berkunjung ke kantor.

Dahulu ia sangat menyukai hari libur namun sekarang ia berharap setiap hari ia bisa bekerja dan menemui ketiga pria tampan itu.

Di hari minggu.

Seperti biasa setelah menonton DVD dari malam sampai pagi, Nurul pun masih bergumul dengan selimut di tempat tidurnya.
“Noonaaaa…..banguuunnnn sudah siaaaannnggg!”teriak Sehun di depan pintu kamar Nurul.
“Sudahlah Sehunie jangan habiskan suara dan tenagamu untuk membangunkan Nurul noona lebih baik kita latihan dance . Hyung juga sudah datang.”ujar Lay.
“Baiklah….”jawab Sehun.

Terdengar suara musik dari lantai satu, tepatnya di ruang serba guna yang biasa dijadikan tempat latihan dance oleh Sehun dan Lay.
“Addduuuuhhh….Berisik sekali sih! Gak tau apa orang lagi tidur!” keluh Nurul.
Dengan kesal ia keluar dari kamarnya menghampiri asal suara berisik tersebut. Dengan emosi dibukanya pintu dengan lebar membuat seisi ruangan tersebut terkejut. Namun belum sempat ia mengatakan sesuatu, ia menyadari ada orang lain selain Sehun dan Lay. Dan pria itu walau lebih pendek dari kedua sepupunya tapi di matanya pria tersebut sangat tampan. Bahkan seperti tokoh pangeran yang ada di manhwa (komik korea).
Sontak saja Nurul yang menyadari kondisinya dengan rambut yang acak-acakan langsung berlari meninggalkan ruangan.

“Itu orang kok ganteng banget sih!” gumam Nurul di kamarnya.
“Aku gak boleh acak-acakan seperti ini! Uhm…Mungkin aku bisa menyuguhkan minuman buat mereka.” Gumam nya lagi.
Setelah selesai berganti pakaian (yak lagi-lagi gak mandi) Nurul pun ke dapur dan mengambil minuman serta memotong buah-buahan untuk disuguhkan.

Berbeda dari sebelumnya Nurul mengetuk terlebih dahulu sebelum masuk ke ruangan tersebut.
Lay membukanya, “Ada apa lagi noona???” tanya Lay dengan malas.
Namun Nurul tidak menghiraukannya. Ia menyingkirkan Lay lalu berjalan menuju Sehun dan pria tersebut yang sedang duduk istirahat di lantai.
“Kalian pasti haus dan lapar. Ini ada minuman dan buah. Silakan dinikmati.”ujar Nurul.
“Terima kasih kau baik sekali, namamu?”tanya pria itu.
“Aku Nurul, aku sepupu mereka berdua.”jawab Nurul seraya menunjuk kedua sepupunya yang tampak terkejut melihat perubahan ‘kilat’ Nurul menjadi lemah lembut.

“Namaku Lee Donghae…Senang berkenalan denganmu.”

Ya ampun Tuhan….Itu senyumnya maut…..”ujar Nurul dalam hati.
Dan benar saja ia lagi-lagi jatuh hati kepada pria dengan senyuman yang manis.

Mulai dari hari itu, tidak ada lagi Nurul yang bangun siang di hari minggu. Karena hanya di hari itu ia bisa menghabiskan waktu bersama Lee Donghae dengan olahraga pagi di taman atau melihat Donghae latihan dance bersama Sehun dan Lay.

Tidak ada lagi hari yang tidak bersemangat, setiap hari adalah hari yang menyenangkan bagi Nurul.
Satu bulan itu ia menjalin ‘persahabatan’ dengan keempat pria dengan senyuman manis tersebut.
Hingga suatu malam ia mendapat beberapa pesan singkat di telepon genggamnya dalam waktu bersamaan.

*Manager Choi

“Nurul….Aku ada di depan rumah mu. Aku ingin menyatakan bahwa aku menyukaimu
 Jika kamu merasakan hal yang sama keluarlah dan temui aku”

*Cho Kyuhyun

“Aku memang hanya pemain klarinet yang hanya tahu barisan not balok namun setelah
 Bertemu denganmu aku bisa tahu artinya mencintai
 Aku sekarang ada di depan rumahmu… Kalau kau mau menerima aku, keluarlah
 Aku tunggu….”

*Junhyung

“Mungkin sebelumnya kau pernah mendengar cerita dari orang-orang kalau aku playboy
 Mungkin itu benar, tapi setelah mengenalmu semua berubah
 Mungkin aku benar-benar jatuh cinta
 Mungkin jika kau merasakan nya juga…..Kau bisa keluar dan aku menunggumu di depan
  Rumahmu”

*Lee Donghae

“Pertemuan kita mungkin singkat dan kita hanya bertemu di hari minggu
 Sekarang aku berharap setiap hari itu hari minggu supaya aku bisa selalu bertemu denganmu
 Jika kau paham maksudku, temui aku di depan rumahmu sekarang”

Membaca semua pesan singkat itu membuat tubuh Nurul seakan tak bertulang, ia lemas seketika.
Melihat keadaan Nurul kedua sepupunya yang sedang berada di ruang tamupun khawatir dan menghampirinya.
“Noona kenapa? Kau sakit?” tanya Sehun yang cemas.
Tapi Lay yang penasaran melihat telepon genggam Nurul pun membaca pesan-pesan singkat tersebut.
“Wah wah noona hebat sekali, empat pria menyatakan cinta sekaligus. Ibarat pepatah cina Kau pasti di kehidupan sebelumnya pernah menyelamatkan sebuah Negara sampai-sampai mendapatkan keberuntungan seperti ini.” Decak kagum keluar dari Lay sedangkan Sehun yang tidak mengerti apa-apa hanya panik melihat noonanya tergolek lemas dengan mata yang nanar.
“Noona…Noona sadarlah…Noonaa…” panggil Sehun sambil menepuk-nepuk pipi Nurul.

========================================================================

“NURUL MUSOLINA SAMPE KAPAN MAU TIDUR TERUUUUSSSSS!!!!!” bentak seorang ibu sambil menepuk-nepuk pipi Nurul.
“Ehhmmm….Hoaaammm…”mata Nurul mulai terbuka perlahan-lahan.
“SEHUN…LAY….TABI….KYU….JUNHYUNG…..DONGHAE…..DIMANA DIMANA????” teriak Nurul panik ala Ayu Ting Ting.
“Noh disono cowok-cowok yang kamu sebutin!” ibu Nurul menunjuk ke arah poster-poster di dinding kamar Nurul.
Ia pun kembali tergolek lemas di atas tempat tidur nya menyadari itu semua hanya mimpi.
“Eh malah tidur lagi! Itu cowok kamu DUDE HERLINO udah jemput kamu!”
“Eh yang bener ma??????”tanya Nurul tidak percaya.
“NGAREP DOT COM KAMU!” ujar ibu Nurul seraya mencubit pipi Nurul.
“Aduuuuuhhhh sakiiiitttttt….” Keluh Nurul.
“BURUAN BERANGKAT KERJA UDAH SIANG!!!!”


THE END

Rabu, 01 Februari 2012

Breaking the Chain

“Siapa yang memegang kasus pembunuhan guru itu?” – Ji Jinhee – kepala bagian investigasi
“Kasus itu sekarang dipegang oleh Kim Young Duk pak kepala.”
“Young Dukie? Aish jincha si pemalas itu. Dimana dia sekarang?”
“Dia sekarang sedang berada di TKP.”

Dengan tergesa-gesa ia berjalan menuju tempat kejadian perkara.
Kim Young Duk seorang polisi bagian investigasi, ia terkenal santai dan pembawaannya yang diam. Sudah satu tahun ini prestasinya menurun. Julukannya adalah Black Hole.

Di tempat kejadian perkara.

Kim Young Duk sedang serius mengamati TKP dan mulai mencatat setiap hal yang penting di buku kecil yang selalu ia bawa.
“Ya! Kim Young Duk apa yang kau lakukan?”Tanya Jinhee segera setelah melihat Young Duk.
“Aigoya, memangnya aku harus melakukan apa, aku sedang mengolah TKP tentu saja.”
“Mwo? Sudah kubilang untuk tidak ikut campur dalam investigasi.”
“Sajangnim, aku ini polisi bagaimana aku tidak ikut campur. Ini sudah tentu tugasku.”
“Aish jincha, keurae kalau kau bersikeras. Tapi ingat ini kesempatan terakhir yang aku berikan kepadamu kalau sampai ini gagal. Kau akan berakhir di bagian lalu lintas. Arasseo!”
“Ne, arasseo.”

“Sekarang jelaskan padaku apa yang kau dapatkan?”tanya Jinhee dan sesekali melihat-lihat ke sekeliling TKP.
Dengan serius Young Duk membuka kembali buku kecilnya dan mulai membacakanya.

“Yang kutemukan hasil dari olah TKP adalah sebagai berikut :

Korban adalah seorang guru Park Myung Suk [41th] yang sangat disegani karena ia merupakan guru yang baik di tempatnya mengaja. Baik di kalangan guru maupun murid ia sangat disukai. Posisi korban dalam keadaan telungkup bersimbah darah di dalam ruangan kerjanya saat pertama kali ditemukan. Luka tusukan yang tidak biasa pada lehernya. Dugaan awal korban tewas karena kehabisan darah.

Pukul 19.00 Korban ditemukan oleh saksi pertama yaitu putrinya sendiri Park Yoonsi [17th]. Saat itu seperti biasanya ia mengajak ayahnya untuk makan malam. Namun ternyata ayahnya sudah tewas. Lalu ia memanggil ibunya. Yaitu Chang Eun Seok istri korban yang merupakan saksi kedua. Lalu disusul oleh seorang ahjumma yang bekerja dirumah ini.

Sebelum kejadian pada pukul 17.00 seorang rekan kerja bernama Man Si Yeol [35th] datang untuk berkunjung dan seperti biasa mereka minum-minum, dalam hal ini mereka selalu minum wine.

Dan pukul 18.45 istrinya Chang Eun Seok [34th] mengetuk pintunya untuk menawarkan sup untuk menghilangkan rasa mabuknya. Namun korban menolaknya.
Setelah itu tidak ada lagi yang masuk sampai korban ditemukan tewas.
Dalam wine yang telah diminum korban terdapat obat bius. Dugaan sementara korban dibius untuk menenangkannya dan kemudian dibunuh.”

“Apa kau sudah mendapat tersangka?”
“Animnida.”
“Senjata pelaku apa kau sudah menemukannya?”
“Animnida.”
“Senjata apa yang kira-kira menjadi senjata pembunuh?”
“Mollayo.”
“Mwo? Apa kau bercanda? Yak! Kim Young Duk kau yakin bisa meneruskan kasus ini!”
“Nde.”
“Aish jincha!”
Drrrrttt… Ponsel Jinhee bergetar.
“Aku harus pergi. Sekarang, kau bertanggung jawab penuh atas kasus ini. Jangan mengacaukannya. Arachi?”ucap Jinhee seraya mengangkat ponsel nya dan pergi dari TKP.

Young Duk mulai berjalan-jalan di sekitar TKP, di dapur ia mencari sesuatu yang mungkin menjadi senjata untuk membunuh. Dilihatnya seorang ahjumma sedang mencuci gelas minuman.
“Ya! Ahjumma apa yang kau lakukan!” bentak Young Duk.
Sontak membuat ahjumma tersebut kaget dan melepaskan gelas yang sedang ia pegang.
“Ahjumma kenapa kau masih berkeliaran di TKP!”
“Saya paling tidak suka kalau ada cucian kotor, jadi saya membersihkannya.”
“Aish! Kau hampir membuatku gila! Sudah hentikan dan cuci tanganmu. Segera pergi dari TKP. Arasseo.”
Dengan takut ahjumma pun berhenti mencuci piring.
“Jusonghamnida Pak polisi….”kata Ahjumma itu terkesan ragu.
“Wae?”balas Young Duk dengan malas.

“Saya mendengar pertengkaran tepat sebelum aku pergi ke pasar tadi saat Tuan masih hidup.”
Mata Young Duk langsung mengarah kepada Ahjumma dan membuatnya tertunduk takut.
“Aigo Ahjumma kenapa baru bilang sekarang, ayo sini ceritakan padaku.”mendadak suara Young Duk melembut.
“Se..Sebelum berangkat ke pasar saya mendengar Man Si Yeol ssi dan Tuan bertengkar hebat. Saya tidak mau dibilang menguping jadi saya cepat-cepat pergi.”
“Oh jadi begitu, ada lagi yang mau kau sampaikan padaku?”
Ahjumma hanya menggelengkan kepalanya.
“Gomawoyo Ahjumma. ”

Setelah selesai olah TKP ia pun beranjak pergi menuju lab forensik.
Dicarinya petugas forensik yang biasa ia temui namun setelah berkeliling ia tak juga menemukannya.
“Jogiyo, anda mencari siapa?”sapa seseorang di belakangnya.
Saat berbalik Young Duk dan orang itu terkejut.
“Kim Young Duk” “Wang Jihye” ucap mereka bersamaan.

Setelah mengatasi keterkejutan mereka, merekapun duduk di bangku panjang yang terdapat di sisi lorong Rumah Sakit.
“Sudah lama kita kita bertemu, bagaimana kabarmu.”Young Duk memulai percakapan.
“Uhm, kabarku baik” jawab Jihye santai.
“Ah lima tahun kita tidak bertemu.”
“Tepatnya enam tahun di bulan april nanti.”
“Jinchayo? Whoa ternyata sudah hampir enam tahun kita tidak bertemu ya Jihye.”
“Ada perlu apa kau kesini?” jihye mengalihkan permbicaraan.
“Kasus Park Myungsuk, aku yang bertanggung jawab.”
Sejenak Jihye tertunduk dan berkata “Arasseo, ikuti aku.”
“Jangan bilang kau yang….”
“Ne, aku yang bertanggung jawab menggantikan petugas forensik sebelumnya.”
Tanpa bicara panjang lebar Young Duk pun segera mengikuti Jihye pergi.

Keduanya sangat professional saat berada diruang otopsi. Setelah dirasa cukup maka mereka berdua keluar dari ruang otopsi.
“Jadi kesimpulannya adalah korban meninggal sekitar pukul 18.45 sampai 19.00. Dan senjata yang mungkin menjadi alat untuk membunuh semacam pisau kecil.”
“Pisau kecil? Apa yang kau maksud seperti pisau lipat?”
“Ani, lebih tipis dari itu. Seperti pisau bedah tapi agak lebar.”
“Mwo?”
Young Duk kembali berpikir, dari semua orang yang terlibat tidak ada satupun yang memiliki latar belakang kedokteran.

“Ehem…” Jihye berdehem sehingga membuyarkan konsentrasi Young Duk.
“Kalau sudah selesai aku akan pergi.”
“Chakaman. Apa kau tidak ada acara malam ini?”
Jihye menatap ke arah Young Duk dengan heran.
“Apa kau masih melakukan ini?”tanyanya.
“Mworago?”
“Ya, hal semacam ini. Bertemu dengan seorang wanita yang menarik perhatianmu lalu mengajaknya makan malam. Hal seperti itu sudah tidak lagi berfungsi untukku. Aku yang enam tahun yang lalu mungkin masih bisa terjerat dengan hal itu namun sekarang tidak lagi. Annyeong.” lalu pergi.
Meninggalkan Young Duk yang kebingungan.

Keesokan harinya ia mendapat kabar kalau korban pernah meminta pertolongan dari Jasa detektif swasta.
Ruangan dengan penuh berkas-berkas, tempelan kertas pada papan yang tertempel di dinding.
Seorang wanita yang sepertinya seorang sekretaris di kantor itu fokus menghadap komputer dengan jari jemarinya menekan satu persatu tuts keyboard.
“Pak polisi….”panggil seorang pria yang berumur sekitar 40tahunan dengan rambut yang tidak tertata rapi, kemeja putih dan jas hitam serta rokok di ujung mulutnya membuatnya terlihat seperti mafia daripada detektif swasta.
“Detektif Hwang?” Young Duk mencoba memastikan orang yang ada di hadapannya.
“Hahaha, aneh sekali kedengarannya seorang polisi datang dan memanggilku dengan sebutan Detektif. Panggil saja aku Hwang.”
“Ne Hwang-nim, aku akan langsung ke pokok permasalahan. Park Myungsuk, ia klien mu bukan?”
“Ne. Dan kudengar ia terbunuh. Kau pasti ingin menanyakan kenapa korban datang mencariku. Sebelumnya coba kau lihat ini.”ia mengeluarkan beberapa foto dari amplop berwarna coklat.
Dengan teliti Young Duk memperhatikan satu persatu foto tersebut.
“Jadi ini kasus….”sebelum Young Duk meneruskan kata-katanya, Detektif Hwang berkata “Bingo. “

Setelah ia mendapatkan informasi dari detektif swasta tersebut ia pun melajukan kendaraannya ke sebuah gedung, SMA X. Tempat dimana korban bekerja.
Segera ia berjalan menuju ruang guru, “Sillyehamnida yeorobun, aku mencari Man Si Yeol songsaengnim.” Sontak membuat seisi ruang guru melihat ke arahnya.
Lalu seseorang berdiri “Ne, aku Man Si Yeol. Ada perlu apa?”
Setelah itu mereka berbicara di ruangan yang khusus untuk menerima tamu.

“Langsung saja, apa hubunganmu dengan korban?”
“Kami adalah sunbae hoobae sejak di universitas dan aku bisa bekerja di sekolah ini juga atas rekomendasi dari Myungsuk hyung.”
“Dan apa hubunganmu dengan Chang Eun Seok?”
“Mwo? Kenapa kau bertanya seperti itu?”mendadak nada suaranya meninggi.
“Jawab saja pertanyaanku.”
“Kami… Adalah teman di universitas yang sama.”
“Apa kalian dekat?”
“Pak polisi sebenarnya apa arah tujuan dari pertanyaan anda barusan?”
“Jawab saja pertanyaanku.”
“Ne, boleh dibilang kami cukup dekat.”
“Cukup dekat untuk bertemu dan mengobrol di kafe bahkan menemaninya berbelanja?”
“Itu…..”
“Dan cukup dekat untuk merebutnya dari suaminya? Atau bahkan memisahkan mereka dengan paksa?”
“Pak polisi!” Man Si Yeol berdiri dan menunjukan ekspresi kesal.
“Ok, sudah selesai. Gamsahamnida atas kerja sama anda. Annyeong.”
Katanya singkat lalu pergi meninggalkan Man Si Yeol dalam keadaan kesal.

Saat berjalan keluar dari gedung sekolah, di luar ia melihat Park Yoonsi putri korban sedang berjongkok melihat kearah barisan semut di tanah.
“Park Yoonsi? “
“Oh pak polisi.” Jawabnya seraya membungkuk dengan sopan.
“Kenapa kau sudah kembali bersekolah?”
Tapi Yoonsi tidak menjawab.
“Dimana kau tinggal sekarang bersama ibumu?”
“Dia bukan ibuku!”jawabnya kesal. Membuat Young Duk kaget.
“Mwo? Bukan ibumu?”
“Ne, ia hanya wanita yang menikah dengan ayah. Dan aku tidak menyukainya.”
Ting tong, suara bel sekolah tanda istirahat siang selesai.
“Pak polisi aku pergi dulu.”katanya setelah membungkuk ia pergi menuju kelas.
Young Duk mengambil ponsel dan menekan satu kontak telepon.
“Petugas Jung tolong kau cari informasi tentang istri pertama dari korban Park Myungsuk berikut data-data tentang wanita itu. Dan aku mau semua sudah ada di mejaku saat aku tiba.Arasseo?”

Beberapa waktu kemudian Young Duk pun sampai di kantor dan segera membaca berkas-berkas yang ia minta sebelumnya.
“Jadi Park Myungsuk sebelumnya menikah dengan seorang wanita yang bernama Han Yumi.”
Dilihatnya berkas-berkas tentang Han Yumi.
Han Yumi Ia meninggal di usia yang sangat muda saat Yoonsi berumur 2th karena sakit.

“Jogiyo sunbaenim.”kata seorang petugas.
“Mworago?”
“Mungkin anda harus melihat ini.”seraya memberikan berkas.
Dibukanya lembar demi lembar berkas tersebut.
“Kasus kecelakaan 17th yang lalu? Apa ini ada hubungannya?”
“Sebenarnya korban kecelakaan tersebut adalah kekasih dari istri pertama Park Myungsuk.”

“Mwoya?”
“Ne,dalam kecelakaan itu korban tidak sendirian. Ia bersama seseorang di dalam mobil.”
“Nugu?”
“Park Myungsuk.”
“Jincha? Aish, lalu?”
“Setelah mendengar kesaksian Park Myungsuk kasus ditutup dengan keputusan kematian murni dikarenakan kecelakaan.”
“Apakah korban memiliki keluarga?”
“Ne, ia punya seorang noona.”
“Baiklah kalau begitu berikan data-data tentang wanita itu. Aku akan mencarinya. Aku punya firasat semua itu ada hubungannya dengan kasus ini.”

Keesokan harinya Young Duk mendapat informasi alamat wanita tersebut. Tapi rumah tersebut sudah tidak berpenghuni.
Lalu ia mencoba mencari informasi dari tetangga sekitar, dilihatnya seorang wanita tua sedang menyiram tanaman.
“Jogiyo, eommoniem.”
“Ne?”
“Aku Kim Young Duk, aku petugas polisi. Boleh aku bertanya?”
“Ah ye, silakan.”
“Rumah di depan itu apa sudah lama tidak berpenghuni?”
“Ne, Gomi sudah lama sekali pindah. Uri Gomi, ia hanya punya adik laki-laki satu-satunya.”
“Gomi? Siapa nama lengkapnya?”
“Shim Gomi.”
“Oh ye, bisa anda lanjutkan cerita anda lagi?”
“Ne, semenjak kematian adiknya ia menjadi pemurung. Saat adiknya meninggal ia sedang bekerja di Jepang. Padahal ia anak yang ramah. Aku bahkan punya foto bersama mereka berdua.”
Tanpa diperintahkan, wanita tua itu masuk ke dalam rumahnya dan keluar membawa sebuah fotonya bersama kedua kakak beradik itu.

Young Duk melihat foto itu dengan jelas. “Chakaman sepertinya aku mengenalnya.” Gumamnya.
Tak berapa lama iapun pergi dari tempat itu.

Di tengah perjalananannya mendadak mobilnya mogok.
“Aissshhh…”dengusnya sambil membanting kap mesin mobilnya.
Tiinnn… Sebuah klakson berbunyi.
Karena kesal ia hampir saja hendak berang kepada pengemudi tersebut. Tapi urung ia lakukan setelah melihat seseorang yang keluar dari mobil tersebut. “Jihye?”
“Apa yang terjadi?”tanyanya.
“Entahlah tiba-tiba mobilku mogok. Aish jincha.” Seraya mengacak rambutnya sendiri.
“Kau ini bekerja tanpa henti bahkan tidak memperhatikan mobilmu sendiri. Kapan terakhir kali kau memeriksakan mobilmu?”
“Hehe, sepertinya sudah lama sekali.”jawabnya dengan terkekeh malu.
Jihye membalikkan badannya dan hendak pergi tapi Young Duk menahannya.
“Chakaman, boleh aku minta bantuanmu?”

Entah apa yang ada di pikiran Jihye sampai ia menuruti permintaan Young Duk untuk menumpang mobilnya. Laki-laki yang ia benci, laki-laki yang dulu membuatnya sakit hati karena ia lebih memilih menghabiskan waktu dengan pekerjaannya, laki-laki yang dulu ia putuskan.

Sampailah mereka di suatu tempat yang diarahkan oleh Young Duk yaitu tempat kejadian perkara/ rumah korban.
“Apa yang mau kau lakukan di sini?”tanya Jihye yang tanpa sadar mengikuti kemana langkah Young Duk namun ia tidak menjawab.
Young Duk masuk ke ruang kerja tempat korban tewas, dilihatnya kembali dengan teliti keadaan ruangan tersebut. Sementara Jihye hanya bisa berada di luar TKP tanpa sepatah katapun.
Young Duk mengeluarkan sarung tangan dari saku jasnya.
Meraba noda coklat kehitaman yang berbentuk lingkaran membekas di atas sebuah meja kayu.

Lalu ia berjalan naik ke lantai dua setelah mengobservasi lantai satu, tibalah ia pada suatu ruangan dimana terletak beberapa lukisan amatir di setiap dinding.
Ia memperhatikan sederet perlengkapan melukis. Ia seperti menyadari satu hal.
Tiba-tiba Young Duk merasa ada seseorang selain ia dan Jihye, perlahan ia mengeluarkan senapan nya dan berjalan perlahan menuju ruang penyimpanan yang ada didalam ruangan tersebut.
Jihye segera bersembunyi melihat Young Duk yang mengisyaratkannya untuk mundur perlahan.

“Angkat tangan!”
Ternyata orang tersebut adalah ahjumma yang bekerja dirumah itu.
“Jusonghamnida pak polisi.” Ia terlihat sangat ketakutan. Young Duk menyarungkan kembali senapannya.
“Ternyata kau Ahjumma….Atau lebih tepatnya Shim Gomi ssi.”
Mendengar nama aslinya disebut sontak ahjumma terkejut.
“Saat itu, kau bukannya tidak sengaja mencuci teko dan cangkir yang kotor itu bukan? Kau melakukannya sengaja untuk menyembunyikan sesuatu. Obat bius itu sebenarnya tidak hanya dimasukan ke dalam wine tapi juga ke dalam kopi. Sepertinya korban memiliki kebiasaan untuk meminum kopi di sore hari. Aku bisa melihat jelas noda yang membekas di meja kayu tersebut tanda cangkir dan teko tersebut sudah sering berada di tempat yang sama. Kau datang kesini pasti untuk mengembalikan alat yang hilang dari deretan perlengkapan melukis itu bukan? Biar kutebak. Pisau lukis?”

Mendengarnya membuat tangan ahjumma bergetar dan membuat tangannya menjatuhkan pisau lukis tersebut.
“Ne, akulah yang membunuh tuan. Aku mengaku bersalah.”
“Bukan, bukan kau pelakunya. Dan itu bukan senjata pembunuh itu yang sebenarnya.”
“Mwoya? Apa maksudmu?”tanya Jihye, bingung.
“Kau jelas-jelas melindungi seseorang.”membuat ahjumma semakin panic dan pucat.
Dreett… Ponsel ahjumma bergetar.
“Angkatlah.”perintah Young Duk.
“Yeoboseyo, Yoonsi? Ani, dia tidak bersamaku. Ia tidak ke sekolah dan belum kembali? Ne arasseo aku akan mencarinya.”
Tepat setelah ahjumma menutup ponselnya Young Duk yang penasaran pun bertanya “Mworago?”
“Uri Yoonsi ia menghilang. Eotteokae?” ahjumma terlihat panik.
“Tenanglah, apa kau tahu dimana ia mungkin berada saat ini?”
“Mungkin kau tahu tempat dimana ia sering menenangkan diri atau suatu tempat yang ingin ia kunjungi?” tambah Jihye.
“Ada suatu tempat yang pernah ia sebutkan, kemarin ia bilang ia ingin bertemu ibunya.”
Mereka bergegas menuju tempat yang ditunjukkan oleh ahjumma.

Benar saja Yoonsi berada di depan makam ibunya, ia tergolek lemas. Tangannya bersimbah darah, ia berniat bunuh diri dengan senjata yang sama yang ia gunakan untuk membunuh ayahnya.
Yoonsi pun segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat, walau nyawanya tertolong namunkarena sempat kehabisan darah membuatnya tidak sadarkan diri.

Dua hari kemudian, dengan bukti yang telah dikumpulkan diputuskanlah Park Yoonsi bersalah dan juga Shim Gomi/ahjumma karena telah berusaha melindungi kejahatan dengan sengaja.

Beberapa hari kemudian, ahjumma meminta Young Duk untuk bertemu.
“Pak polisi bagaimana keadaan uri Yoonsi?”
“Ia masih dalam keadaan koma, dokter bilang itu mungkin disebabkan oleh tekanan psikis yang ia derita.”
“Ini semua salahku, awalnya aku masuk dalam keluarga Park hanya untuk membantu membesarkan Yoonsi. Sebenarnya ia adalah anak dari adikku. Ibu Yoonsi dan adikku menjalin kasih dan membuahkan Yoonsi kecil. Aku sama sekali tidak mau membongkar identitasku karena aku lihat Park-nim sangat menyayangi Yoonsi. Namun sebulan yang lalu aku dan Yoonsi tidak sengaja mendengar Park-nim yang mabuk sedang meracau”

Flash Back

Malam itu Myungsuk mabuk berat, setiap kali ia mengingat istri pertamanya ia pasti mabuk. Saat itu ahjumma dan Yoonsi baru saja masuk setelah berbelanja.
“Yumi….Mianhe….Aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku… Aku yang bersalah atas kematian nya. Kalau aku tidak bertengkar dengannya, tidak akan terjadi kecelakaan itu dan saat itu aku terlalu pengecut untuk menolongnya dan mementingkan nyawaku saja. Mianhe aku bersalah padanya dan padamu Yumi serta anak kalian. Dan aku juga bertanggung jawab atas kematianmu. Karena aku kau kehilangan kekasih yang kau cintai. Kau kenapa tidak bisa melupakannya dan meninggal karena merindukannya??? Kenapa kau tidak bisa mencintaiku! Yumi-yaaaaa …” tangisnya membuncah.

Mendengar hal itu membuat ahjumma dan Yoonsi terkejut.
Sampai suatu ketika amarah ahjumma memuncak hingga ia menceritakan semuanya kepada Yoonsi.
Bahwa sebenarnya Ayahnya adalah adik kandung dari ahjumma. Ia bahkan memperlihatkan foto-foto saat mereka masih menjadi sepasang kekasih bahkan foto USG saat Yoonsi masih dalam kandungan, semua foto yang pernah diterima ahjumma saat ia masih di Jepang.

Yoonsi sangat marah, sejak saat itu Yoonsi berubah diam. Ia tidak lagi seceria dulu. Rasa amarah dan dendam menguasai benaknya. Entah apa yang ia pikirkan sampai-sampai ia mengatur kejahatan itu.

Sore itu seperti biasa ia membawakan kopi yang sudah dibubuhi obat bius untuk ayahnya. Karena ia tahu persis saat dimana ayahnya biasa meminum kopi.
Sedangkan ia tetap berada di ruang lukisnya menunggu saat yang tepat.
Seperti biasa teman ayahnya pasti datang berkunjung untuk minum wine bersama. Dan tiba-tiba kedua orang tersebut beradu pendapat.
Sepulang teman ayahnya tersebut, ibu tiri Yoonsi bermaksud menawarkan sup penawar mabuk namun ia menolaknya.
Setelah itu sesuai dengan perkiraan ayahnya selalu meminum kopi yang disediakan Yoonsi.
Kopi itu membuatnya jatuh seketika dalam pengaruh obat bius.

Saat dirasa waktunya telah tiba, Yoonsi turun lalu masuk ke dalam ruang kerja ayahnya.
Dilihatnya ia sudah terbaring lemah di lantai. Lalu Yoonsi berteriak memanggil ibu tirinya.
Karena keadaan yang redup saat itu ia tidak bisa membedakan dengan jelas apa benar suaminya benar-benar tewas atau tidak. Dan dalam kondisi panik ia tidak bisa berpikir apa-apa. Lalu ia pergi untuk menelepon ambulan.
Setelah ibu tirinya pergi lalu ia menusuk leher ayahnya.
Saat itu ahjumma memergokinya. Alih-alih menyelamatkan nyawa korban ia malah memilih untuk menyembunyikan kejahatan Yoonsi.
Ia melihat botol kecil jatuh dari saku Yoonsi dan ia tahu itu adalah obat bius, dengan tenang ia memasukan obat bius itu ke dalam botol wine dan membersihkan teko beserta cangkirnya.

End of flash back

“Jadi begitu ceritanya, kau tahu ahjumma kalau kau membaca ini kau akan menyesal.” Seraya menyerahkan sebuah buku harian.
“Aku menemukan ini saat memeriksa TKP, bacalah.”
Young Duk mengarahkannya kepada suatu halaman yang berisi :

Mianheyo, sekarang aku telah mengandung bayi Myungsuk.
Mungkin Cuma anak ini yang bisa aku berikan padanya.
Karena aku tidak bisa memberikan cintaku padanya.
Mianheyo, aku tidak bisa mempertahankan bayi kita dulu.
Aku akan tetap menamakan anak ini dengan nama yang kita persiapkan dulu.
Walau ia tidak menyandang margamu dan tidak mengalir darah yang sama sepertimu aku akan menganggapnya anak kita berdua.
Aku.... Sudah memaafkan Myungsuk, aku mengerti ia terlalu takut untuk menolongmu saat itu.
Dan aku tahu seumur hidupnya akan selalu tersiksa dengan perasaan bersalah.
Tapi aku tetap tidak bisa melupakanmu.

“Park Myungsuk ssi yang menyimpannya selama ini.”
Mata ahjumma mendadak berair, matanya basah oleh air mata.
Ia merasa menjadi orang yang paling jahat karena ia telah memberitahukan suatu hal yang salah kepada Yoonsi yang membuatnya membunuh ayah kandungnya sendiri dikarenakan kesalahpahaman.

Dalam hati Young Duk ia berjanji untuk tetap merahasiakan ini jika nanti Yoonsi bangun dari koma.
Karena ia masih terlalu muda untuk menanggung semuanya.

Sebulan setelah kasus tersebut selesai.

Young Duk mengajak Jihye untuk bertemu. Dengan susah payah akhirnya Jihye bersedia untuk menemuinya.
Mereka berjanji bertemu di sebuah coffee shop.
Young Duk sudah menunggu agak lama tapi ia tidak beranjak sama sekali hingga sosok Jihye muncul di hadapannya.
“Mworago? Kenapa kau memaksa sekali ingin bertemu denganku.”kata Jihye dengan nada kasar.
Namun yang dilakukan Young Duk kepadanya membuatnya terkejut karena tiba-tiba Young Duk memeluknya dengan erat. Seraya berkata “Saranghae Jihye-ya.”
“Mwo?”tanya Jihye heran.
“Aku tidak mau kita berpisah dan menyesalinya untuk selamanya. Mianhe Jihye-ya. Saranghanda.”
Kata-kata Young Duk mampu meluluhkan hati Jihye, iapun membalas pelukan Young Duk dengan erat.

Because we don't know when, where or how life in the future.
Don't waste your whole life because of misunderstanding.

The End.

Kamis, 19 Januari 2012

Hard Way II

Honesty, I don't even know since when this feeling comeback again.
I tried so hard to let this feeling go away.
First I thought that leaving far away from you is the cure.
But it's not as simple as I thought.

Berjalan dengan sedikit tenaga yang tersisa, hari itu Junghee memaksakan dirinya untuk datang demi pekerjaannya. Sudah sebulan ia bekerja sebagai staff RS Ansang.
Daniel yang membantunya mendapatkan pekerjaan itu. Entah sudah keberapa kalinya ia menyusahkan Daniel tapi sedikit banyak ia merasa lega masih ada sahabat seperti Daniel yang berada di sisinya.
“Junghee!”
“Waeyo?”
“Aku bertemu Sungmin kemarin dan aku tidak sengaja menyebut namamu saat aku tahu ia berhubungan dengan Shi Yeon seperti yang Junghoon katakan padaku.”
“Mwoya? Kau memberitahukan keberadaanku?”
“Aniyo, aku sama sekali tidak memberitahukan dimana kau sekarang. Tapi apa kau tidak marah atau kesal karena Shi Yeon?”
“Nan arayo, Shi Yeon adalah temanmu saat di Amerika kan? Sepertinya ia gadis yang baik.”

“Kau bahkan tahu tapi tetap bersikap seperti tidak terjadi apa-apa?”
“Daniel, aku dan dia sudah tidak ada hubungan apa-apa dan akulah yang memutuskan itu.”
“Kau yang memutuskannya tapi hatimu tidak. Benarkan?”
Junghee tertunduk, disisipkannya rambut panjangnya yang berurai di belakang telinganya.

“Daniel aku hanya memintamu untuk melihat keadaan Junghoon oppa bukan mencaritahu tentang dia.”
“Kau ini…Bahkan untuk menyebut nama Sungmin saja kau tidak mampu, dan kau masih bilang kau sudah melupakannya?”

Bagaimana mungkin aku bisa begitu mudah melupakannya, setelah 3 tahun kami bersama. Dan ia adalah salah satu idol yang dikenal di Korea maupun di luar Korea.

Flash back

Saat itu Sungmin dan member Super Junior yang lain sedang sibuk mempersiapkan comeback mereka dengan album baru mereka Bonamana.
“Sungmin-ah, semangat sekali kau.”
“Ya Leeteuk hyung aku memang semangat setiap kali latihan.”
“Kau berbeda.”tambah Shindong.
“Kau juga kenapa bisa bilang seperti seperti Leeteuk hyung?”
“Biasanya kau memang semangat tapi wajahmu selalu serius, tapi sekarang senyum selalu mengembang di wajahmu.”
“Yayaya…Shindong, itu juga yang mau aku katakan tentang Sungmin.” Leeteuk mengiyakan kata-kata Shindong.
“Aish, kalian ini. Oh ya aku ada janji dengan keluargaku. Aku pergi dulu ya. Annyeong.” Seru Sungmin seraya melambaikan tangannya dan meninggalkan mereka.

“Benar saja, mereka memang paling mengerti aku. Ah, mudah-mudahan aku tidak telat.”gumam Sungmin.
Tanpa sadar ia melintasi Junghoon “Ya! Sungmin-ah….”tapi Sungmin tidak mendengar panggilan itu.
“Junghoonie….”
Junghoon pun menoleh ke asal suara itu. “Inhwan hyung, waeyo?”
“Untuk schedule latihan Hong Gil Dong ada perubahan dan dimajukan menjadi hari ini karena pementasan juga mengalami perubahan jadwal menjadi besok.”
“Hong Gil Dong? Untuk Sungmin?”
“Ne.”
“Keundae, Sungmin baru saja keluar.”
“Lebih baik kau susul dia. Nanti malam ia harus tiba jam 8 jangan sampai telat.”
“Ne algaesseumnida hyung.”

Diambilnya ponsel dan menekan nomor ponsel Sungmin, lama tidak ada yang menjawabnya akhirnya ada yang menjawabnya. “Yeoboseyo hyung.”
“Eh? Nugu? Ini ponsel Sungmin kan?”
“Ne Junghoon hyung, ini aku Leeteuk. Ia sepertinya ketinggalan ponselnya.”
“Arasseo, gomawo.” Ia menutup ponselnya.
Ia mengambil langkah cepat, berusaha mengejar Sungmin.

Dengan langkah cepat ia berhasil melihat mobil Sungmin baru saja keluar dari tempat parkir dari kejauhan. Ia pun menyusulnya dengan cepat.
Mobil Junghoon berusaha mengikuti mobil Sungmin.
Sampai akhirnya berhentilah mereka pada suatu tempat, di pinggir sungai Han.
Bergegaslah Junghoon menghampiri Sungmin sekaligus bertanya-tanya dalam hati sedang apa Sungmin di tempat seperti ini.
Terlihat Sungmin melambaikan tangan kearah seorang gadis yang duduk di sebuah bangku panjang di tepi sungai Han.
“Junghee!”
Sontak Sungmin dan Junghee kaget melihat kea rah Junghoon yang berada tepat di belakang mereka.
“Hyung” “Oppa” kata mereka bersamaan.

Tanpa diketahui orang lain, Sungmin mulai tertarik kepada Junghee saat mereka bertemu di kediaman Junghoon. Secara diam-diam mereka berkomunikasi dan menjalin hubungan selama 3 tahun.

Junghoon merasa terhianati, namun ia takut hal-hal yang buruk terjadi karena hubungan mereka berdua. Ancaman dari Fans dan peraturan dari management yang melarang jalinan kasih mereka. Lalu Junghoon mengambil sikap tegas untuk memisahkan mereka. Ia tahu jika ia yang membuat mereka berpisah pasti sifat Sungmin yang pantang menyerah akan menyulitkan.
Dan ia berbicara empat mata dengan Junghee, walau berat ia meminta Junghee untuk memutuskannya lebih dulu.
Junghee yang merasa berhutang kepada keluarga Junghoon yang telah membesarkannya sejak kecilpun akhirnya mengiyakan permintaan Junghoon.

Saat itu Junghoon tidak mengira perasaan Junghee terhadap Sungmin sudah sangat dalam. Junghee tidak hanya memutuskan hubungannya tetapi juga memutuskan untuk pergi meninggalkan keluarga Junghoon, karena ia tahu Sungmin bukan orang yang begitu saja menerima keputusannya.

Ia mengira menjauh dari semuanya dan melupakan semua yang terjadi itu mudah, ternyata tak semudah itu. Junghee jatuh sakit saat pelariannya, itu mungkin disebabkan juga oleh kerasnya hidup seorang diri, ia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya seorang diri namun perasaannya yang sakit membuat fisiknya melemah.
Sampai suatu ketika ia pun ambruk dan dirawat di RS Ansang dan bertemu kembali dengan Daniel yang menjadi dokter di RS Ansang.

End Flash Back

“Apa mungkin Junghee masih ada disini?” gumam Sungmin seraya menengadahkan kepalanya melihat kearah RS Ansang.
Dikenakannya pakaian yang tidak mencolok dengan kacamata dan masker.
Ia menyadari jika penampilannya pasti cepat atau lambat akan dikenali jadi ia berjalan cepat menuju resepsionis.
“Sillyehamnida, apa disini ada pasien yang bernama Kim Junghee?”
“Kim Junghee? Mohon ditunggu sebentar.” Resepsionis mengeceknya di computer.
“Jusonghamnida, tapi tidak ada pasien bernama Kim Junghee disini.”
“Oh, kamsahamnida.” Dengan wajah kecewa iapun pergi meninggalkan meja resepsionis.
Ia sadar kemungkinan kecil Junghee masih dirawat disini.

“Perawat Junghee! Palli-yoo!”panggil seseorang yang membuat Sungmin tersontak kaget.
Tak berapa lama muncul seorang perawat melintasinya. Membuat mata sungmin terbelalak tak percaya dengan sosok yang baru saja dilihatnya.
Tanpa pikir panjang ia berlari dan berhasil menggapai tangan perawat itu.
“Junghee?”
Junghee merasa tidak asing dengan genggaman tangan itu.
“Kau…..” belum sempat Junghee meneruskan kata-katanya. Daniel datang dan membawa mereka berdua ke ruangannya.

Setibanya di ruangan itu, Sungmin yang melepas kacamata dan maskernya hanya terdiam menatap Junghee di hadapannya, begitu pula Junghee.
Tanpa sepatah kata Daniel pergi dari ruangannya dan hanya ada mereka berdua di ruangan itu.

Cukup lama mereka terdiam, sampai Sungmin membuka suara “Bagaimana kabarmu?”
“Ne? Oh, kabarku baik. Kau?” dibalas dengan anggukan oleh Sungmin dan merekapun kembali terdiam.
“Aish jincha!” teriak Sungmin lalu ditariknya tangan Junghee hingga jatuh tubuh gadis itu dipelukannya dengan erat.
“Bogo shipo.”bisiknya lembut.
Tangan Junghee berusaha untuk membalas pelukan itu namun air mata lebih dulu jatuh membasahi pipinya. Tak lama Sungmin melepaskan pelukannya.
Mereka duduk di sofa dengan menghadap satu sama lain.
Diusapnya pipi Junghee yang basah dengan air mata.
“Aku….”isak Junghee dan terpaku hanya dengan satu kata itu saja.
“Junghee-ya, aku mengerti. Aku mengerti mengapa kau meninggalkanku.”
“Aku….Kurasa aku telah mendapatkan hukuman karena telah memutuskanmu secara sepihak.”
“Wae?”
“Selama itu pula aku tersiksa karena aku sama sekali tidak bias melupakanmu, seperti mau mati saja setiap hari yang aku lalui.” Mendengar hal itu, Sungmin kembali memeluk Junghee.
“Na tto.” Isak tangis Junghee berubah menjadi senyum saat berada di pelukannya.

“Sungmin ssi…”panggil Shi Yeon yang sudah berdiri di pintu ruangan itu.
“Mianhe, aku tidak bisa menahannya untuk tetap masuk.”jelas Daniel.
“Gwenchana Daniel ssi.”jawab Sungmin.
Shi Yeon berjalan kearah Sungmin dan memeluknya erat. Tak lama ia melepasnya lalu PLAK.
Tamparan mendarat di pipi Sungmin membuat Junghee dan Daniel kaget.
Saat Daniel berusaha mendekat, Sungmin mengisyaratkan untuk tetap di tempat.

“Tamparan itu bukan karena aku marah kau mencampakan aku tapi aku marah karena kau perlu waktu lama untuk menemukan wanita yang kau cintai!”
Sontak perkataan Shi Yeon membuat bingung seisi ruangan itu.
“Junghee ssi, I believe the hard way that both of you choose is really make me crazy. How can both of you hold your love and not even see for another love? But I think I admit that I’m lost.”
“Shi Yeon ssi.”panggil Daniel.
“Gwenchana, dengar aku Lee Sungmin. Aku adalah wanita kedua setelah Junghee yang memutuskanmu. Ingat itu, araseo?”
“Ne araseo. Gomawo Shi Yeonie.”

Satu bulan berlalu sejak peristiwa itu.

Sungmin dan Junghee memang tidak kembali seperti dulu, mereka memutuskan untuk hidup masing-masing dan sesekali menghubungi satu sama lain. Mereka percaya suatu saat nanti mereka pasti dipersatukan kembali. Dan mereka yakin akan cinta mereka.

THE END