Sabtu, 25 Juni 2011

When Life Showing it Love [Gladiol - Childhood Game of Love]

Kini di umurnya yang sudah genap 8th Luna menjadi lebih dewasa dari anak sebayanya.
Kehidupan Luna mulai terusik ternyata di tempat tinggal neneknya.
Masa lalu Junghee yang banyak diketahui oleh para tetangga. Mereka bergunjing dibelakang keluarga Park [Marga Junghee].

Suatu hari Luna yang sedang berjalan sepulang dari sekolah ia mendapati barisan bunga-bunga liar di pinggir jalan. Ia berjongkok menatap bunga-bunga kecil di pinggir jalan itu, menyentuhnya dengan lembut.
Dalam hatinya ia merasa bunga-bunga itu sama sepertinya, kecil tidak berdaya dan dipandang sebelah mata oleh semua orang. Tiba-tiba segerombolan anak datang menghampirinya.
"Hei babo!"panggil satu anak kepadanya.
Tapi Luna tidak menghiraukannya ia masih memperhatikan bunga-bunga liar tersebut.
"Babo...Kau tuli yah!"anak yang menggangu Luna pun kesal karna tidak ada reaksi dari Luna maka ia menginjak bunga-bunga liar itu dan mendorong Luna hingga tersungkur membuat pakaiannya kotor terkena tanah.

"Ya!! Apa yang kalian lakukan!"teriak satu anak laki-laki yang baru datang.
"Kenapa kau, apa kau kasihan sama anak babo ini!"
"Babo? Apa maksud kalian babo...Pergi sana jangan sampai aku pukul kalian!"
Gerombolan anak itupun pergi.
Anak laki-laki itu melihat Luna yang kotor. "Gwenchana?"tanya anak laki-laki itu.
Luna mengangguk.
"Kenapa kau diam saja saat mereka menyebutmu dengan sebutan Babo?"
"Aku memang Babo, karna aku tidak pintar."jawab Luna sembari membersihkan lumpur yang menempel di celana nya.

"Sini biar kubantu." dengan perhatian anak laki-laki itu membersihkan celana Luna.
Luna tertegun melihatnya.
Usai membersihkan celana Luna, anak laki-laki itu melihat tanaman yang diinjak-injak anak-anak nakal tadi.
"Kejam sekali mereka, bunga ini kan tidak bersalah sama sekali."
"Kau suka bunga?"tanya Luna dengan nada suara yang pelan bahkan hampir berbisik.
"Ne, aku suka bunga. Bunga ini namanya dandelion. Ia bunga yang bisa tumbuh dimana saja. Dan mereka adalah bunga yang kuat."

Luna memperhatikan anak laki-laki itu saat ia membicarakan tentang bunga.
Sepertinya ia merasa diperhatikan oleh Luna lalu ia menghentikan kata-katanya dan menatap Luna.
Membuat nya kaget dan tertunduk.
"Em, kapan tanggal lahirmu?"tanya anak laki-laki itu.
"eh?" Luna bingung.
"Tanggal lahirmu?"anak laki-laki itu kembali menekankan pertanyaannya kembali.
"12 agustus."jawab Luna.

"Gladiol......"
"Ye?"Luna tambah bingung.
"Bungan kelahiran mu adalah Gladiol."
"Gladiol? Bunga apa itu?" Luna baru mendengar nama bunga tersebut.
"Kembali lagi besok akan aku beritahu bunga apa itu. Jam yang sama ya."ujar anak laki-laki itu.
"Mwo?"
"Kau ini memang hobi membuat orang mengatakan sesuatu untuk yang kedua kali ya. Hehe."
"Eh?"
"Nah itu dia maksudku. Aku pergi dulu ya. Annyeong...." dan iapun pergi berlalu meninggalkan Luna yang masih penuh tanya.

Keesokan harinya Luna bergegas pulang seusai sekolah, ia berharap bisa bertemu lagi dengan anak laki-laki itu. Sesampainya ia disana ia tidak mendapati siapapun di tempat itu.
Kekecewaan tersirat dari wajah polos Luna. Dilihatnya bunga dandelion yang kemarin rusak terinjak.
Tapi anehnya sudah kembali seperti semula.
"Sudah kubilang kan bunga-bunga itu kuat. Ia kembali segar seperti semula."kedatangan anak laki-laki itu mengagetkan Luna.
"Kaauuu mengagetkanku.....Hiks...."
"Eh, wae? Kenapa menangis?"
"Aku tidak menangis....."elak Luna.
"Eiiii....Itu apa air mata bukan?"anak laki-laki itu malah terus menggoda Luna sampai akhirnya ia menangis sangat kencang.
"Aigooo....Uljimaaa....Eotteokaee.....Aishhh....Uljima....Nanti kubawa kau ke suatu tempat ya."bujuknya.
"Eodi?" seketika tangis Luna berhenti walau air matanya belum berhenti menetes.
"Nah khaja....Akan kuantar kau ke suatu tempat." anak laki-laki itu mengajak Luna dengan membonceng sepedanya.

Mereka tiba di sebuah tempat yang dipagari oleh dinding yang sudah dipenuhi oleh tumbuhan merambat dan ada pintu kayu yang terlihat sangat tua yang hanya setinggi 1 meter.
Pelan anak laki-laki itu membuka pintu yang pegangannya sudah berkarat.
Luna agak takut jadi ia mundur dua langkah.
"Gladiol, jangan takut kau pasti akan suka tempat ini." seraya menjulurkan tangannya ke Luna.
Luna pun meraih uluran tangannya dan masuk ke tempat itu.

Alangkah terkejutnya Luna ternyatanya terdapat sebuah taman yang penuh dengan bunga-bunga.
Taman itu terlihat tak terurus tapi tetap tidak kehilangan keindahannya.
Langkah Luna tertuju kepada bunga yang tangkainya berisi bertumpuk-tumpuk bunga berwarna pink.
"Gladiol kau sudah mengenali bunga kelahiranmu ternyata."ujar anak laki-laki itu.
"Ini gladiol....Cantik sekali....."Luna mengamati bunga di hadapannya itu sambil berjongkok.
Anak laki-laki itu mengamati Luna sambil tersenyum.
"Biar kuberitahu Gladiol mempunyai arti kenangan, ketulusan, kemurahan hati dan juga pendirian yang teguh."

"Em, tapi namaku bukan gladiol....."ujar Luna.
"Ne, ara...Aku tahu kau pasti punya nama. Tapi aku lebih senang memanggilmu dengan sebutan Gladiol."
"Em...Kalau begitu bagaimana aku harus memanggilmu?"tanya Luna.
"Mengingat aku lebih tua darimu kau bisa memanggilku dengan 'oppa', ottae?"
"Hanya 'oppa'? Kalau begitu apakah disini ada bunga kelahiran oppa?"
Anak laki-laki itu terkekeh mendengar Luna menyebutnya dengan 'oppa'.
"Ehem....Kita tidak bisa menemukannya saat ini."jawabnya.
"Wae?"
"Karna ini belum memasuki bulan desember jadi kita belum bisa melihatnya saat ini."
"Bulan kelahiran oppa desember? Kalau begitu apa nama bunga kelahiran desember?"tanya Luna antusias.
"Namanya Bunga Poinsettia kau bisa menemukannya saat natal."
"Artinya?"
"Hemmmm.....Kau bisa mencari tahu sendiri ya. Sudah sore mari kita pulang."

"Besok apa kita bisa bertemu lagi Poin.....se......."Luna kesulitan mengucapkan nama Poinsettia.
Setelah beberapa saat barulah ia meneruskan kalimatnya "Po oppa....."
"Kau yakin? Jangan menyesal ya...." tiba-tiba anak laki-laki itu mencium bibir Luna.
Luna kaget dibuatnya hingga ia cegukan.
"Hik...Hik...."cegukan nya tidak berhenti.
"Aigooo....Kenapa bisa cegukan seperti ini...?"anak laki-laki itu bingung.
Saat ia meniup-niup kepala Luna akhirnya berhenti cegukannya.

"Kenapa oppa menciumku?"pikiran Luna yang masih polos tidak berpikir kalau ia baru saja mendapatkan ciuman pertama.
"Bukannya kamu tadi yang minta di - Po?"ledeknya dengan usil.
"Benarkah?"tanya Luna lagi dengan polosnya hingga membuat anak laki-laki itu tertawa.
"Cukup panggil oppa saja. Hari sudah mulai sore biar oppa antar kau pulang ya."
Luna mengangguk tanda setuju.

Di perjalanan pulang anak laki-laki itu menghentikan sepedanya.
"Appa......."ia memanggil seseorang dari kejauhan.
"Itu appanya oppa ya?"tanya Luna.
"Ne...."
"Kalau begitu aku berhenti sampai disini saja oppa. Rumahku tidak jauh dari sini. Annyeong Po Oppa."
"Eh....Gladiol...."panggil anak laki-laki itu tapi langkah Luna sudah semakin menjauh.

"Aigo, appa cari kau kemana-mana ternyata kau ada disini. Gadis kecil tadi siapa?"
"Dia gladiol, gadis kecil yang baru kutemui."
"Uri adeul ternyata....."ledek appanya.
"Aishhh, appa sudah jangan menggodaku."
"Malam ini kita pulang ya."
"Secepat itu appa?"
"Nde, kita kesini hanya untuk mengunjungi makam eomma mu dan kebetulan appa juga mengunjungi sahabat appa disini. Karna urusan kita selesai jadi kita kembali."
"Ne, algaesseumnida appa...."

Anak laki-laki itu sedikit kecewa karna ia tidak tahu kapan lagi ia bisa bertemu dengan Gladiol a.k.a Luna.

***** End Gladiol - Childhood Game of Love*****

Jumat, 24 Juni 2011

When Life Showing it Love [ Preview Luna]

 Flash Back Story of Luna

  • Park Sunyoung a.k.a Luna seorang gadis remaja berumur 17th.
Tidak seperti remaja kebanyakan yang lebih menghabiskan waktu dengan bersenang - senang, Luna merupakan siswi teladan yang cerdas. Dibalik kecerdasannya ia memiliki perangai yang kurang bersahabat dan ia juga remaja yang introvert.

  • Park Junghee adalah eomma dari Luna, ia merupakan alasan Luna meraih prestasi setinggi - tingginya.
Karena ia ingin sang ibu tidak lagi bergantung dari "abeoji" nya.
Keluarga Luna sangat rumit. Semua berawal dari kisah masa lalu

***********

  • Kim Jong Min adalah ayah dari Luna. Sebelum ia menikah dengan Park Junghee ia sudah menikah dengan Han SungYe putri dari pemilik perusahaan dimana Jongmin menjabat sebagai manager, selama lebih dari 3th dan dikaruniai seorang anak bernama Kim Jonghyun.
Pernikahan mereka merupakan perjodohan atas desakan ayah SungYe akhirnya mereka menikah.
Namun berjalan 3th pernikahan mereka Jongmin tidak merasakan kebahagiaan ia selalu tertekan oleh keluarga SungYe. Sampai ia bertemu dengan Junghee yang telah membuatnya jatuh cinta.
Iapun nekat menceraikan SungYe dan keluar dari perusahaan ayah SungYe, meniti usahanya sendiri demi menikahi Junghee.
Mereka dikaruniai seorang putri yang diberi nama oleh Jongmin dengan Kim Sunyoung.
Namun kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama, tiga tahun kemudian SungYe yang sudah menggantikan ayahnya dalam perusahaannya ia merasa tidak tahan melihat kebahagiaan Jongmin bersama keluarga barunya.
Maka ia berusaha menghancurkan rumah tangga mereka dengan cara menjatuhkan usaha yg dirintis oleh Jongmin.

Tekanan demi tekanan hingga perusahaan Jongmin pun bangkrut, ia tidak menyadari SungYe lah dalang dari kebangkrutan usahanya itu.
Tapi atas dukungan Junghee, Jongmin masih bisa bertahan.
Tak hilang akal SungYe mengutus seorang untuk memata-matai Junghee.
Park Junghee ia bekerja sebagai perangkai bunga yang dimiliki oleh Lee Ji Min. Junghee adalah sahabat dari istri Ji Min yang sudah wafat. Mereka sangat akrab karena sudah saling mengenal sejak muda.

Keakraban mereka ternyata dimanipulasi oleh orang suruhan SungYe.
Dengan keahliannya mengedit ia pun berhasil membuat gambar fiktif yang membuat Jongmin murka.
Ia tidak lagi bisa mengendalikan kemarahannya dan memutuskan untuk menceraikan Junghee.
Di saat kegalauannya itu lah SungYe berhasil mengambil hati Jongmin kembali. Dan mereka pun menikah.

Kegamangan dirasakan oleh Junghee yang harus seorang diri mengasuh Sunyoung tanpa ayah.
Tapi ia bertekat untuk melakukannya seorang diri. Ia pun bekerja keras demi putri satu-satunya Sunyoung.
Suatu hari si kecil Sunyoung berkata "Eomma.....Kenapa appa tidak pulang kerumah kita?"
Sambil menahan tangisnya Junghee menjawab " Appa Sunyoung sedang bekerja, appa sedang berlayar, Sunyoung sabar ya sayang nanti appa juga akan pulang." sambil mengusap rambut Sunyoung yang tertidur pulas dipangkuannya tanpa sadar ia menitihkan air matanya.

Saat berumur 6th Sunyoung kecil yang selalu mendapat pertanyaan tentang Ayahnya dari teman-temannya.
Tiap kali ia bertanya kepada Eommanya, setiap kali eommanya selalu mengatakan jawaban yang sama kalau appa nya sedang berlayar.
Tak tahan akhirnya ia menanyakan hal itu kembali kepada eomma nya.
Saat itu Junghee yang sedang kalut akan perekonomian keluarganya tiba-tiba Sunyoung kembali menanyakan pertanyaan yang sama tentang keberadaan ayahnya.
Tanpa banyak berkata apa-apa, Junghee menggendong Sunyoung dan mengantarnya ke suatu tempat.

Rumah besar berlantai dua itu sungguh mewah dengan taman yang luas. Belum sempat Junghee menekan bel sebuah mobil tiba.
Junghee mengenali orang yang duduk di kursi belakang mobil mewah tersebut lalu dengan spontan menghadang laju mobil itu.
Setelah ia menurunkan Sunyoung dari pelukannya ia mengetuk jendela mobil tersebut seraya berkata "Jongmin Oppa....Buka pintunya.....Jebal....!"
Ternyata Jongmin yang berada dalam mobil tersebut langsung mengenali mantan istrinya itu.
Ia keluar dari mobil dan terperangah saat melihat Junghee terlebih lagi saat ia melihat seorang gadis kecil disamping Junghee.

Dengan panik ia menarik Junghee dan Sunyoung masuk ke dalam mobil dan memerintahkan supir untuk ke tempat lain. Hingga tinggal mereka bertiga di dalam mobil.
"Junghee! Kenapa kau bisa ada disini?"tanya Jongmin.
Lalu Junghee berkata "Oppa, ini....." seraya memegang kedua bahu Sunyoung.
"Sunyoung.....Kau kah ini....."Jongmin langsung memeluk Sunyoung. Air matanya tak berhenti menetes ia sungguh merindukan putrinya.
Setelah beberapa lama ia melepas pelukannya. "Junghee, kalian tidak bisa lama-lama disini aku yang akan mengunjungimu. Kumohon menjauhlah dari rumah ini terlebih jangan sampai SungYe tahu kau kesini."
"Oppa...Apa kau masih membenciku, sungguh aku dan Ji Min ssi tidak ada hubungan apa-apa!"tegas Junghee.
"Nde, arasseo Junghee-ya. Aku tahu semua itu tapi sekarang bukan itu masalahnya. Jika SungYe tahu kita masih berhubungan, ia pasti akan marah besar."
Junghee kaget mendengar jawaban Jongmin.

Lalu Junghee dan Sunyoung pun pergi. Tapi Jongmin sempat berlari ke arah Sunyoung sambil memeluknya ia berkata "Uri Sunyoungie, selamanya kau harus terus mengingat appa. Suatu saat kita pasti akan bertemu lagi. Saranghae." setelah mengecup dahi Sunyoung, Junghee mengajak Sunyoung untuk pergi.
Mereka menghentikan sebuah taxi yang melintas.

Sunyoung kecil tidak mampu berkata apa-apa ia hanya terdiam setelah mengalami perjumpaannya kembali dengan ayahnya.

Dan benar sesuai janji Jongmin beberapa hari kemudian ia menjemput Sunyoung untuk bermain bersama.
Jongmin datang diam-diam ke sekolah Sunyoung setelah meminta izin kepada Junghee sebelumnya.

Ia berdiri di depan gerbang sekolah Sunyoung. Melihat putrinya yang baru keluar dari sekolah ia berlari ke arahnya. "Uri Sunyoungie sudah pulang. Ikut appa bermain ya."
"Eodi?"tanya Sunyoung.
"Kita akan pergi ke taman bermain. Uri Sunyoungie pasti suka kan. Khaja....!"
Sunyoung pun setuju.
"Kau tahu siapa yang memberimu nama Sunyoung? Itu nama pemberian dari appa."
"Kalau begitu panggil lagi."
"Ne?"tanya Jongmin heran.
"Panggil nama ku lagi appa...."pinta Sunyoung.
"Neeee...Sunyoung....Sunyoung....Sunyoung.....Hahahaha....."sambil meneriakan nama putrinya berkali-kali ia juga menggendong Sunyoung dipunggungnya.

Di taman bermain ia merasa sangat bahagia. Ini kali pertama ia bermain disana bersama ayahnya.
Ia tak henti-hentinya tertawa.

Beberapa kali ia pergi bersama ayahnya. Baik itu bermain ke taman bermain maupun hanya makan bersama di restoran ataupun dirumah bersama Junghee.
Untuk beberapa saat Sunyoung kecil merasakan kebahagiaan yang tak terhingga.

Hari minggu pagi, seperti biasa Sunyoung berharap ayahnya akan menjemputnya. Tapi tak kunjung datang.
Sunyoung yang polos menunggu dan menunggu kedatangannya setiap hari.
Suatu malam Jongmin datang ke rumah Junghee.
Sunyoung yang terbangun karna haus iapun kaluar dari kamarnya. Pelan ia mendengar ibunya sedang berbicara dengan seseorang dan orang itu adalah ayahnya.
Sunyoung menguping pembicaraan mereka.

"Oppa....Ada apa denganmu.....?"tanya Junghee.
"Jusonghamnida aku tidak bisa terus begini. Kalau terus begini kehidupanku akan hancur."jawab Jongmin.
"Mwo? Oppa....Kenapa kau bicara seperti itu. Apa kau tidak merasa kehidupanmu adalah kehidupan ku dan Sunyoung juga?"
"Junghee! Kau tidak boleh egois seperti ini. Kau tahu karna masalah ini semua usahaku bisa saja langsung dihentikan oleh SunYe. Aku tidak mau itu terjadi!" bentak Jongmin.
Junghee yang kesal bangkit dari tempat duduknya "Ya! Kim Jongmin! Teganya kau mementingkan perusahaanmu daripada kami!"ucap Junghee emosi.
Plakkk....Tamparan mendarat di pipi Junghee hingga ia jatuh tersungkur di lantai.
Jongmin tidak sadar ia telah menyakiti Junghee, saat tersadar ia berusaha menolong Junghee tapi Junghee menepis tangan Jongmin, "Singkirkan tanganmu!"bentak Junghee.
"Junghee.....Kumohon mengertilah....."
"Pergi.....Pergi kau dari rumahku....!"
Jongmin pun melangkah keluar. Sunyoung lalu bersembunyi sambil menangis.


Ia merasa kepedihan yang teramat sangat saat melihat ibunya menangis sesegukan yang telah tersakiti oleh ayahnya.
Dalam hatinya yang masih polos itu tersimpan kebencian teramat sangat kepada sang ayah.

Keesokan harinya, Sunyoung bangun tidur melihat ibunya membereskan pakaian-pakaiannya.
"Eomma...."panggil Sunyoung sambil mengucek matanya.
"Oh kau sudah bangun....Ayo mandi...Kita harus siap-siap."
"Eh??? Eomma siap-siap kemana?"
"Kita pindah dari sini ya. Sekarang ayo kita ke sekolah untuk mengurus kepindahanmu."
Tanpa berkata apa-apa lagi Sunyoung pun menurutinya.

Di usianya yang sangat belia ia mengalami perasaan benci yang teramat sangat.
Dalam hatinya ia tidak ingin ibunya menangis lagi.

Malam harinya setelah selesai mengemas barang-barang mereka pergi ke kampung halaman Junghee tepatnya ke rumah nenek Sunyoung agar bisa sampai disana keesokan paginya.
Dalam perjalanan mereka menggunakan kereta api.
Malam itu bulan bersinar terang dan kebetulan bulan purnama.
Sunyoung kecil menatap bulan purnama dengan serius.
"Luna......."ucap ibunya.
"Ye?"ujar Sunyoung bingung.
"Luna.....Artinya bulan......Kau sangat suka bulan kan?"
"Ne, eomma. Nomu nomu choa...."
"Wae?"
"Karna aku takut gelap tapi kalau ada bulan yang terang aku tidak takut lagi."jelas Sunyoung.
"Bulan itu seperti kamu bagi eomma...."
"Waeyo eomma?"
"Karna sesakit apapun eomma, tetap akan tegar bila ada kamu bersama eomma."
Senyum Sunyoung mengembang.
"Eomma.....Mulai sekarang aku mau namaku menjadi Luna."
Sesaat Junghee terdiam mendengar kata-kata Sunyoung.
"Waeyo?"
"Karna aku selamanya akan bersinar terang buat Eomma."ujar Sunyoung sambil tersenyum.
Junghee tak kuasa menahan haru, lalu memeluk putrinya dengan erat.
"Uri Luna.....Eomma haengbokhae....Gomapta" bisiknya.

*******Part Preview end.....*******