Rabu, 01 Februari 2012

Breaking the Chain

“Siapa yang memegang kasus pembunuhan guru itu?” – Ji Jinhee – kepala bagian investigasi
“Kasus itu sekarang dipegang oleh Kim Young Duk pak kepala.”
“Young Dukie? Aish jincha si pemalas itu. Dimana dia sekarang?”
“Dia sekarang sedang berada di TKP.”

Dengan tergesa-gesa ia berjalan menuju tempat kejadian perkara.
Kim Young Duk seorang polisi bagian investigasi, ia terkenal santai dan pembawaannya yang diam. Sudah satu tahun ini prestasinya menurun. Julukannya adalah Black Hole.

Di tempat kejadian perkara.

Kim Young Duk sedang serius mengamati TKP dan mulai mencatat setiap hal yang penting di buku kecil yang selalu ia bawa.
“Ya! Kim Young Duk apa yang kau lakukan?”Tanya Jinhee segera setelah melihat Young Duk.
“Aigoya, memangnya aku harus melakukan apa, aku sedang mengolah TKP tentu saja.”
“Mwo? Sudah kubilang untuk tidak ikut campur dalam investigasi.”
“Sajangnim, aku ini polisi bagaimana aku tidak ikut campur. Ini sudah tentu tugasku.”
“Aish jincha, keurae kalau kau bersikeras. Tapi ingat ini kesempatan terakhir yang aku berikan kepadamu kalau sampai ini gagal. Kau akan berakhir di bagian lalu lintas. Arasseo!”
“Ne, arasseo.”

“Sekarang jelaskan padaku apa yang kau dapatkan?”tanya Jinhee dan sesekali melihat-lihat ke sekeliling TKP.
Dengan serius Young Duk membuka kembali buku kecilnya dan mulai membacakanya.

“Yang kutemukan hasil dari olah TKP adalah sebagai berikut :

Korban adalah seorang guru Park Myung Suk [41th] yang sangat disegani karena ia merupakan guru yang baik di tempatnya mengaja. Baik di kalangan guru maupun murid ia sangat disukai. Posisi korban dalam keadaan telungkup bersimbah darah di dalam ruangan kerjanya saat pertama kali ditemukan. Luka tusukan yang tidak biasa pada lehernya. Dugaan awal korban tewas karena kehabisan darah.

Pukul 19.00 Korban ditemukan oleh saksi pertama yaitu putrinya sendiri Park Yoonsi [17th]. Saat itu seperti biasanya ia mengajak ayahnya untuk makan malam. Namun ternyata ayahnya sudah tewas. Lalu ia memanggil ibunya. Yaitu Chang Eun Seok istri korban yang merupakan saksi kedua. Lalu disusul oleh seorang ahjumma yang bekerja dirumah ini.

Sebelum kejadian pada pukul 17.00 seorang rekan kerja bernama Man Si Yeol [35th] datang untuk berkunjung dan seperti biasa mereka minum-minum, dalam hal ini mereka selalu minum wine.

Dan pukul 18.45 istrinya Chang Eun Seok [34th] mengetuk pintunya untuk menawarkan sup untuk menghilangkan rasa mabuknya. Namun korban menolaknya.
Setelah itu tidak ada lagi yang masuk sampai korban ditemukan tewas.
Dalam wine yang telah diminum korban terdapat obat bius. Dugaan sementara korban dibius untuk menenangkannya dan kemudian dibunuh.”

“Apa kau sudah mendapat tersangka?”
“Animnida.”
“Senjata pelaku apa kau sudah menemukannya?”
“Animnida.”
“Senjata apa yang kira-kira menjadi senjata pembunuh?”
“Mollayo.”
“Mwo? Apa kau bercanda? Yak! Kim Young Duk kau yakin bisa meneruskan kasus ini!”
“Nde.”
“Aish jincha!”
Drrrrttt… Ponsel Jinhee bergetar.
“Aku harus pergi. Sekarang, kau bertanggung jawab penuh atas kasus ini. Jangan mengacaukannya. Arachi?”ucap Jinhee seraya mengangkat ponsel nya dan pergi dari TKP.

Young Duk mulai berjalan-jalan di sekitar TKP, di dapur ia mencari sesuatu yang mungkin menjadi senjata untuk membunuh. Dilihatnya seorang ahjumma sedang mencuci gelas minuman.
“Ya! Ahjumma apa yang kau lakukan!” bentak Young Duk.
Sontak membuat ahjumma tersebut kaget dan melepaskan gelas yang sedang ia pegang.
“Ahjumma kenapa kau masih berkeliaran di TKP!”
“Saya paling tidak suka kalau ada cucian kotor, jadi saya membersihkannya.”
“Aish! Kau hampir membuatku gila! Sudah hentikan dan cuci tanganmu. Segera pergi dari TKP. Arasseo.”
Dengan takut ahjumma pun berhenti mencuci piring.
“Jusonghamnida Pak polisi….”kata Ahjumma itu terkesan ragu.
“Wae?”balas Young Duk dengan malas.

“Saya mendengar pertengkaran tepat sebelum aku pergi ke pasar tadi saat Tuan masih hidup.”
Mata Young Duk langsung mengarah kepada Ahjumma dan membuatnya tertunduk takut.
“Aigo Ahjumma kenapa baru bilang sekarang, ayo sini ceritakan padaku.”mendadak suara Young Duk melembut.
“Se..Sebelum berangkat ke pasar saya mendengar Man Si Yeol ssi dan Tuan bertengkar hebat. Saya tidak mau dibilang menguping jadi saya cepat-cepat pergi.”
“Oh jadi begitu, ada lagi yang mau kau sampaikan padaku?”
Ahjumma hanya menggelengkan kepalanya.
“Gomawoyo Ahjumma. ”

Setelah selesai olah TKP ia pun beranjak pergi menuju lab forensik.
Dicarinya petugas forensik yang biasa ia temui namun setelah berkeliling ia tak juga menemukannya.
“Jogiyo, anda mencari siapa?”sapa seseorang di belakangnya.
Saat berbalik Young Duk dan orang itu terkejut.
“Kim Young Duk” “Wang Jihye” ucap mereka bersamaan.

Setelah mengatasi keterkejutan mereka, merekapun duduk di bangku panjang yang terdapat di sisi lorong Rumah Sakit.
“Sudah lama kita kita bertemu, bagaimana kabarmu.”Young Duk memulai percakapan.
“Uhm, kabarku baik” jawab Jihye santai.
“Ah lima tahun kita tidak bertemu.”
“Tepatnya enam tahun di bulan april nanti.”
“Jinchayo? Whoa ternyata sudah hampir enam tahun kita tidak bertemu ya Jihye.”
“Ada perlu apa kau kesini?” jihye mengalihkan permbicaraan.
“Kasus Park Myungsuk, aku yang bertanggung jawab.”
Sejenak Jihye tertunduk dan berkata “Arasseo, ikuti aku.”
“Jangan bilang kau yang….”
“Ne, aku yang bertanggung jawab menggantikan petugas forensik sebelumnya.”
Tanpa bicara panjang lebar Young Duk pun segera mengikuti Jihye pergi.

Keduanya sangat professional saat berada diruang otopsi. Setelah dirasa cukup maka mereka berdua keluar dari ruang otopsi.
“Jadi kesimpulannya adalah korban meninggal sekitar pukul 18.45 sampai 19.00. Dan senjata yang mungkin menjadi alat untuk membunuh semacam pisau kecil.”
“Pisau kecil? Apa yang kau maksud seperti pisau lipat?”
“Ani, lebih tipis dari itu. Seperti pisau bedah tapi agak lebar.”
“Mwo?”
Young Duk kembali berpikir, dari semua orang yang terlibat tidak ada satupun yang memiliki latar belakang kedokteran.

“Ehem…” Jihye berdehem sehingga membuyarkan konsentrasi Young Duk.
“Kalau sudah selesai aku akan pergi.”
“Chakaman. Apa kau tidak ada acara malam ini?”
Jihye menatap ke arah Young Duk dengan heran.
“Apa kau masih melakukan ini?”tanyanya.
“Mworago?”
“Ya, hal semacam ini. Bertemu dengan seorang wanita yang menarik perhatianmu lalu mengajaknya makan malam. Hal seperti itu sudah tidak lagi berfungsi untukku. Aku yang enam tahun yang lalu mungkin masih bisa terjerat dengan hal itu namun sekarang tidak lagi. Annyeong.” lalu pergi.
Meninggalkan Young Duk yang kebingungan.

Keesokan harinya ia mendapat kabar kalau korban pernah meminta pertolongan dari Jasa detektif swasta.
Ruangan dengan penuh berkas-berkas, tempelan kertas pada papan yang tertempel di dinding.
Seorang wanita yang sepertinya seorang sekretaris di kantor itu fokus menghadap komputer dengan jari jemarinya menekan satu persatu tuts keyboard.
“Pak polisi….”panggil seorang pria yang berumur sekitar 40tahunan dengan rambut yang tidak tertata rapi, kemeja putih dan jas hitam serta rokok di ujung mulutnya membuatnya terlihat seperti mafia daripada detektif swasta.
“Detektif Hwang?” Young Duk mencoba memastikan orang yang ada di hadapannya.
“Hahaha, aneh sekali kedengarannya seorang polisi datang dan memanggilku dengan sebutan Detektif. Panggil saja aku Hwang.”
“Ne Hwang-nim, aku akan langsung ke pokok permasalahan. Park Myungsuk, ia klien mu bukan?”
“Ne. Dan kudengar ia terbunuh. Kau pasti ingin menanyakan kenapa korban datang mencariku. Sebelumnya coba kau lihat ini.”ia mengeluarkan beberapa foto dari amplop berwarna coklat.
Dengan teliti Young Duk memperhatikan satu persatu foto tersebut.
“Jadi ini kasus….”sebelum Young Duk meneruskan kata-katanya, Detektif Hwang berkata “Bingo. “

Setelah ia mendapatkan informasi dari detektif swasta tersebut ia pun melajukan kendaraannya ke sebuah gedung, SMA X. Tempat dimana korban bekerja.
Segera ia berjalan menuju ruang guru, “Sillyehamnida yeorobun, aku mencari Man Si Yeol songsaengnim.” Sontak membuat seisi ruang guru melihat ke arahnya.
Lalu seseorang berdiri “Ne, aku Man Si Yeol. Ada perlu apa?”
Setelah itu mereka berbicara di ruangan yang khusus untuk menerima tamu.

“Langsung saja, apa hubunganmu dengan korban?”
“Kami adalah sunbae hoobae sejak di universitas dan aku bisa bekerja di sekolah ini juga atas rekomendasi dari Myungsuk hyung.”
“Dan apa hubunganmu dengan Chang Eun Seok?”
“Mwo? Kenapa kau bertanya seperti itu?”mendadak nada suaranya meninggi.
“Jawab saja pertanyaanku.”
“Kami… Adalah teman di universitas yang sama.”
“Apa kalian dekat?”
“Pak polisi sebenarnya apa arah tujuan dari pertanyaan anda barusan?”
“Jawab saja pertanyaanku.”
“Ne, boleh dibilang kami cukup dekat.”
“Cukup dekat untuk bertemu dan mengobrol di kafe bahkan menemaninya berbelanja?”
“Itu…..”
“Dan cukup dekat untuk merebutnya dari suaminya? Atau bahkan memisahkan mereka dengan paksa?”
“Pak polisi!” Man Si Yeol berdiri dan menunjukan ekspresi kesal.
“Ok, sudah selesai. Gamsahamnida atas kerja sama anda. Annyeong.”
Katanya singkat lalu pergi meninggalkan Man Si Yeol dalam keadaan kesal.

Saat berjalan keluar dari gedung sekolah, di luar ia melihat Park Yoonsi putri korban sedang berjongkok melihat kearah barisan semut di tanah.
“Park Yoonsi? “
“Oh pak polisi.” Jawabnya seraya membungkuk dengan sopan.
“Kenapa kau sudah kembali bersekolah?”
Tapi Yoonsi tidak menjawab.
“Dimana kau tinggal sekarang bersama ibumu?”
“Dia bukan ibuku!”jawabnya kesal. Membuat Young Duk kaget.
“Mwo? Bukan ibumu?”
“Ne, ia hanya wanita yang menikah dengan ayah. Dan aku tidak menyukainya.”
Ting tong, suara bel sekolah tanda istirahat siang selesai.
“Pak polisi aku pergi dulu.”katanya setelah membungkuk ia pergi menuju kelas.
Young Duk mengambil ponsel dan menekan satu kontak telepon.
“Petugas Jung tolong kau cari informasi tentang istri pertama dari korban Park Myungsuk berikut data-data tentang wanita itu. Dan aku mau semua sudah ada di mejaku saat aku tiba.Arasseo?”

Beberapa waktu kemudian Young Duk pun sampai di kantor dan segera membaca berkas-berkas yang ia minta sebelumnya.
“Jadi Park Myungsuk sebelumnya menikah dengan seorang wanita yang bernama Han Yumi.”
Dilihatnya berkas-berkas tentang Han Yumi.
Han Yumi Ia meninggal di usia yang sangat muda saat Yoonsi berumur 2th karena sakit.

“Jogiyo sunbaenim.”kata seorang petugas.
“Mworago?”
“Mungkin anda harus melihat ini.”seraya memberikan berkas.
Dibukanya lembar demi lembar berkas tersebut.
“Kasus kecelakaan 17th yang lalu? Apa ini ada hubungannya?”
“Sebenarnya korban kecelakaan tersebut adalah kekasih dari istri pertama Park Myungsuk.”

“Mwoya?”
“Ne,dalam kecelakaan itu korban tidak sendirian. Ia bersama seseorang di dalam mobil.”
“Nugu?”
“Park Myungsuk.”
“Jincha? Aish, lalu?”
“Setelah mendengar kesaksian Park Myungsuk kasus ditutup dengan keputusan kematian murni dikarenakan kecelakaan.”
“Apakah korban memiliki keluarga?”
“Ne, ia punya seorang noona.”
“Baiklah kalau begitu berikan data-data tentang wanita itu. Aku akan mencarinya. Aku punya firasat semua itu ada hubungannya dengan kasus ini.”

Keesokan harinya Young Duk mendapat informasi alamat wanita tersebut. Tapi rumah tersebut sudah tidak berpenghuni.
Lalu ia mencoba mencari informasi dari tetangga sekitar, dilihatnya seorang wanita tua sedang menyiram tanaman.
“Jogiyo, eommoniem.”
“Ne?”
“Aku Kim Young Duk, aku petugas polisi. Boleh aku bertanya?”
“Ah ye, silakan.”
“Rumah di depan itu apa sudah lama tidak berpenghuni?”
“Ne, Gomi sudah lama sekali pindah. Uri Gomi, ia hanya punya adik laki-laki satu-satunya.”
“Gomi? Siapa nama lengkapnya?”
“Shim Gomi.”
“Oh ye, bisa anda lanjutkan cerita anda lagi?”
“Ne, semenjak kematian adiknya ia menjadi pemurung. Saat adiknya meninggal ia sedang bekerja di Jepang. Padahal ia anak yang ramah. Aku bahkan punya foto bersama mereka berdua.”
Tanpa diperintahkan, wanita tua itu masuk ke dalam rumahnya dan keluar membawa sebuah fotonya bersama kedua kakak beradik itu.

Young Duk melihat foto itu dengan jelas. “Chakaman sepertinya aku mengenalnya.” Gumamnya.
Tak berapa lama iapun pergi dari tempat itu.

Di tengah perjalananannya mendadak mobilnya mogok.
“Aissshhh…”dengusnya sambil membanting kap mesin mobilnya.
Tiinnn… Sebuah klakson berbunyi.
Karena kesal ia hampir saja hendak berang kepada pengemudi tersebut. Tapi urung ia lakukan setelah melihat seseorang yang keluar dari mobil tersebut. “Jihye?”
“Apa yang terjadi?”tanyanya.
“Entahlah tiba-tiba mobilku mogok. Aish jincha.” Seraya mengacak rambutnya sendiri.
“Kau ini bekerja tanpa henti bahkan tidak memperhatikan mobilmu sendiri. Kapan terakhir kali kau memeriksakan mobilmu?”
“Hehe, sepertinya sudah lama sekali.”jawabnya dengan terkekeh malu.
Jihye membalikkan badannya dan hendak pergi tapi Young Duk menahannya.
“Chakaman, boleh aku minta bantuanmu?”

Entah apa yang ada di pikiran Jihye sampai ia menuruti permintaan Young Duk untuk menumpang mobilnya. Laki-laki yang ia benci, laki-laki yang dulu membuatnya sakit hati karena ia lebih memilih menghabiskan waktu dengan pekerjaannya, laki-laki yang dulu ia putuskan.

Sampailah mereka di suatu tempat yang diarahkan oleh Young Duk yaitu tempat kejadian perkara/ rumah korban.
“Apa yang mau kau lakukan di sini?”tanya Jihye yang tanpa sadar mengikuti kemana langkah Young Duk namun ia tidak menjawab.
Young Duk masuk ke ruang kerja tempat korban tewas, dilihatnya kembali dengan teliti keadaan ruangan tersebut. Sementara Jihye hanya bisa berada di luar TKP tanpa sepatah katapun.
Young Duk mengeluarkan sarung tangan dari saku jasnya.
Meraba noda coklat kehitaman yang berbentuk lingkaran membekas di atas sebuah meja kayu.

Lalu ia berjalan naik ke lantai dua setelah mengobservasi lantai satu, tibalah ia pada suatu ruangan dimana terletak beberapa lukisan amatir di setiap dinding.
Ia memperhatikan sederet perlengkapan melukis. Ia seperti menyadari satu hal.
Tiba-tiba Young Duk merasa ada seseorang selain ia dan Jihye, perlahan ia mengeluarkan senapan nya dan berjalan perlahan menuju ruang penyimpanan yang ada didalam ruangan tersebut.
Jihye segera bersembunyi melihat Young Duk yang mengisyaratkannya untuk mundur perlahan.

“Angkat tangan!”
Ternyata orang tersebut adalah ahjumma yang bekerja dirumah itu.
“Jusonghamnida pak polisi.” Ia terlihat sangat ketakutan. Young Duk menyarungkan kembali senapannya.
“Ternyata kau Ahjumma….Atau lebih tepatnya Shim Gomi ssi.”
Mendengar nama aslinya disebut sontak ahjumma terkejut.
“Saat itu, kau bukannya tidak sengaja mencuci teko dan cangkir yang kotor itu bukan? Kau melakukannya sengaja untuk menyembunyikan sesuatu. Obat bius itu sebenarnya tidak hanya dimasukan ke dalam wine tapi juga ke dalam kopi. Sepertinya korban memiliki kebiasaan untuk meminum kopi di sore hari. Aku bisa melihat jelas noda yang membekas di meja kayu tersebut tanda cangkir dan teko tersebut sudah sering berada di tempat yang sama. Kau datang kesini pasti untuk mengembalikan alat yang hilang dari deretan perlengkapan melukis itu bukan? Biar kutebak. Pisau lukis?”

Mendengarnya membuat tangan ahjumma bergetar dan membuat tangannya menjatuhkan pisau lukis tersebut.
“Ne, akulah yang membunuh tuan. Aku mengaku bersalah.”
“Bukan, bukan kau pelakunya. Dan itu bukan senjata pembunuh itu yang sebenarnya.”
“Mwoya? Apa maksudmu?”tanya Jihye, bingung.
“Kau jelas-jelas melindungi seseorang.”membuat ahjumma semakin panic dan pucat.
Dreett… Ponsel ahjumma bergetar.
“Angkatlah.”perintah Young Duk.
“Yeoboseyo, Yoonsi? Ani, dia tidak bersamaku. Ia tidak ke sekolah dan belum kembali? Ne arasseo aku akan mencarinya.”
Tepat setelah ahjumma menutup ponselnya Young Duk yang penasaran pun bertanya “Mworago?”
“Uri Yoonsi ia menghilang. Eotteokae?” ahjumma terlihat panik.
“Tenanglah, apa kau tahu dimana ia mungkin berada saat ini?”
“Mungkin kau tahu tempat dimana ia sering menenangkan diri atau suatu tempat yang ingin ia kunjungi?” tambah Jihye.
“Ada suatu tempat yang pernah ia sebutkan, kemarin ia bilang ia ingin bertemu ibunya.”
Mereka bergegas menuju tempat yang ditunjukkan oleh ahjumma.

Benar saja Yoonsi berada di depan makam ibunya, ia tergolek lemas. Tangannya bersimbah darah, ia berniat bunuh diri dengan senjata yang sama yang ia gunakan untuk membunuh ayahnya.
Yoonsi pun segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat, walau nyawanya tertolong namunkarena sempat kehabisan darah membuatnya tidak sadarkan diri.

Dua hari kemudian, dengan bukti yang telah dikumpulkan diputuskanlah Park Yoonsi bersalah dan juga Shim Gomi/ahjumma karena telah berusaha melindungi kejahatan dengan sengaja.

Beberapa hari kemudian, ahjumma meminta Young Duk untuk bertemu.
“Pak polisi bagaimana keadaan uri Yoonsi?”
“Ia masih dalam keadaan koma, dokter bilang itu mungkin disebabkan oleh tekanan psikis yang ia derita.”
“Ini semua salahku, awalnya aku masuk dalam keluarga Park hanya untuk membantu membesarkan Yoonsi. Sebenarnya ia adalah anak dari adikku. Ibu Yoonsi dan adikku menjalin kasih dan membuahkan Yoonsi kecil. Aku sama sekali tidak mau membongkar identitasku karena aku lihat Park-nim sangat menyayangi Yoonsi. Namun sebulan yang lalu aku dan Yoonsi tidak sengaja mendengar Park-nim yang mabuk sedang meracau”

Flash Back

Malam itu Myungsuk mabuk berat, setiap kali ia mengingat istri pertamanya ia pasti mabuk. Saat itu ahjumma dan Yoonsi baru saja masuk setelah berbelanja.
“Yumi….Mianhe….Aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku… Aku yang bersalah atas kematian nya. Kalau aku tidak bertengkar dengannya, tidak akan terjadi kecelakaan itu dan saat itu aku terlalu pengecut untuk menolongnya dan mementingkan nyawaku saja. Mianhe aku bersalah padanya dan padamu Yumi serta anak kalian. Dan aku juga bertanggung jawab atas kematianmu. Karena aku kau kehilangan kekasih yang kau cintai. Kau kenapa tidak bisa melupakannya dan meninggal karena merindukannya??? Kenapa kau tidak bisa mencintaiku! Yumi-yaaaaa …” tangisnya membuncah.

Mendengar hal itu membuat ahjumma dan Yoonsi terkejut.
Sampai suatu ketika amarah ahjumma memuncak hingga ia menceritakan semuanya kepada Yoonsi.
Bahwa sebenarnya Ayahnya adalah adik kandung dari ahjumma. Ia bahkan memperlihatkan foto-foto saat mereka masih menjadi sepasang kekasih bahkan foto USG saat Yoonsi masih dalam kandungan, semua foto yang pernah diterima ahjumma saat ia masih di Jepang.

Yoonsi sangat marah, sejak saat itu Yoonsi berubah diam. Ia tidak lagi seceria dulu. Rasa amarah dan dendam menguasai benaknya. Entah apa yang ia pikirkan sampai-sampai ia mengatur kejahatan itu.

Sore itu seperti biasa ia membawakan kopi yang sudah dibubuhi obat bius untuk ayahnya. Karena ia tahu persis saat dimana ayahnya biasa meminum kopi.
Sedangkan ia tetap berada di ruang lukisnya menunggu saat yang tepat.
Seperti biasa teman ayahnya pasti datang berkunjung untuk minum wine bersama. Dan tiba-tiba kedua orang tersebut beradu pendapat.
Sepulang teman ayahnya tersebut, ibu tiri Yoonsi bermaksud menawarkan sup penawar mabuk namun ia menolaknya.
Setelah itu sesuai dengan perkiraan ayahnya selalu meminum kopi yang disediakan Yoonsi.
Kopi itu membuatnya jatuh seketika dalam pengaruh obat bius.

Saat dirasa waktunya telah tiba, Yoonsi turun lalu masuk ke dalam ruang kerja ayahnya.
Dilihatnya ia sudah terbaring lemah di lantai. Lalu Yoonsi berteriak memanggil ibu tirinya.
Karena keadaan yang redup saat itu ia tidak bisa membedakan dengan jelas apa benar suaminya benar-benar tewas atau tidak. Dan dalam kondisi panik ia tidak bisa berpikir apa-apa. Lalu ia pergi untuk menelepon ambulan.
Setelah ibu tirinya pergi lalu ia menusuk leher ayahnya.
Saat itu ahjumma memergokinya. Alih-alih menyelamatkan nyawa korban ia malah memilih untuk menyembunyikan kejahatan Yoonsi.
Ia melihat botol kecil jatuh dari saku Yoonsi dan ia tahu itu adalah obat bius, dengan tenang ia memasukan obat bius itu ke dalam botol wine dan membersihkan teko beserta cangkirnya.

End of flash back

“Jadi begitu ceritanya, kau tahu ahjumma kalau kau membaca ini kau akan menyesal.” Seraya menyerahkan sebuah buku harian.
“Aku menemukan ini saat memeriksa TKP, bacalah.”
Young Duk mengarahkannya kepada suatu halaman yang berisi :

Mianheyo, sekarang aku telah mengandung bayi Myungsuk.
Mungkin Cuma anak ini yang bisa aku berikan padanya.
Karena aku tidak bisa memberikan cintaku padanya.
Mianheyo, aku tidak bisa mempertahankan bayi kita dulu.
Aku akan tetap menamakan anak ini dengan nama yang kita persiapkan dulu.
Walau ia tidak menyandang margamu dan tidak mengalir darah yang sama sepertimu aku akan menganggapnya anak kita berdua.
Aku.... Sudah memaafkan Myungsuk, aku mengerti ia terlalu takut untuk menolongmu saat itu.
Dan aku tahu seumur hidupnya akan selalu tersiksa dengan perasaan bersalah.
Tapi aku tetap tidak bisa melupakanmu.

“Park Myungsuk ssi yang menyimpannya selama ini.”
Mata ahjumma mendadak berair, matanya basah oleh air mata.
Ia merasa menjadi orang yang paling jahat karena ia telah memberitahukan suatu hal yang salah kepada Yoonsi yang membuatnya membunuh ayah kandungnya sendiri dikarenakan kesalahpahaman.

Dalam hati Young Duk ia berjanji untuk tetap merahasiakan ini jika nanti Yoonsi bangun dari koma.
Karena ia masih terlalu muda untuk menanggung semuanya.

Sebulan setelah kasus tersebut selesai.

Young Duk mengajak Jihye untuk bertemu. Dengan susah payah akhirnya Jihye bersedia untuk menemuinya.
Mereka berjanji bertemu di sebuah coffee shop.
Young Duk sudah menunggu agak lama tapi ia tidak beranjak sama sekali hingga sosok Jihye muncul di hadapannya.
“Mworago? Kenapa kau memaksa sekali ingin bertemu denganku.”kata Jihye dengan nada kasar.
Namun yang dilakukan Young Duk kepadanya membuatnya terkejut karena tiba-tiba Young Duk memeluknya dengan erat. Seraya berkata “Saranghae Jihye-ya.”
“Mwo?”tanya Jihye heran.
“Aku tidak mau kita berpisah dan menyesalinya untuk selamanya. Mianhe Jihye-ya. Saranghanda.”
Kata-kata Young Duk mampu meluluhkan hati Jihye, iapun membalas pelukan Young Duk dengan erat.

Because we don't know when, where or how life in the future.
Don't waste your whole life because of misunderstanding.

The End.