Selasa, 11 September 2012

Don't Say Sorry - Part 1


미안하다고 말 하지마 - mianhadago mal hajima



“Yeol Mae, bantu aku mempersiapkan fashion show kami berikutnya ne?”
“Jae Kyung, kau ini kenapa harus selalu aku?”
“Yeol Mae...Saat ini kami kekurangan orang dan kau tahu kami tidak sanggup membayar tambahan pekerja. Hanya kau sahabatku yang bisa aku repotkan. Ne?”
“Ya! Apa karena aku single tidak seperti kau dan Ji Hee yang sudah berumahtangga????”
“Yeol Mae-ya.....Jebal....Uhm?”
Seperti biasa akting aegyo dari Jae Kyung selalu berhasil membuat Yeol Mae menyerah.

Joo Yeol Mae, Seon Jae Kyung dan Woo Ji Hee adalah tiga sekawan yang sudah berteman semenjak sekolah menengah atas. Sekarang mereka sama-sama berumur 30th.
Seon Jae Kyung menikah dengan Jung Min cinta pertamanya semenjak SMA dan sama-sama mereka mengelola perusahaan mereka di bidang fashion khususnya sepatu.
Woo Ji Hee yang gagal menikah dengan seorang dokter lalu jatuh cinta kepada teman sekerjanya Kim Tae Woo, mereka menikah dan sekarang Ji Hee sedang mengandung anak pertama mereka.
Hanya Yeol Mae saja yang belum menikah.

Dan seperti biasa Yeol Mae tidak bisa menolak keinginan Jae Kyung, karena pekerjaannya sebagai komposer sedang tidak begitu sibuk jadi ia bisa membantu Jae Kyung.

“Ya, Joo Yeol Mae kau memang selalu bisa kuandalkan.” puji Jae Kyung melihat kerja keras Yeol Mae saat membantunya.
“Mwo? Mwo? Apa yang mau kau suruh lagi padaku?” seakan tahu maksud Jae Kyung, Yeol Mae hanya bisa merengutkan wajahnya.
“Kekekeke, kau tahu saja Yeol Mae. Uhm, tolong aku belikan kopi di kafe terdekat ya. Kalau tidak salah ada kafe yang juga tidak jauh dari sini dekat studio mu. Namanya Atwosome coffee shop.”
“Ne, algaesseumnida.”tanpa membantah iapun menuruti kata-kata Jae Kyung. Karena ia tahu pasti Jae Kyung akan terus merengek kalau keinginannya tidak dituruti.

Sambil melihat sekeliling jalan akhirnya ia menemukan coffee shop yang dimaksud Jae Kyung.
Dan benar saja letaknya tidak jauh dari studio rekaman Yeol Mae.
“Bagaimana Jae Kyung tahu ada coffee shop di dekat studio milikku?” gumam Yeol Mae.
Suasana kafe yang begitu nyaman membuat Yeol Mae mengarahkan kedua matanya ke seluruh sudut kafe.
Sampai... “Aduh....” tubuh Yeol Mae menabrak seseorang. Dan rambutnya hampir tersangkut kemeja orang yang ditabraknya.
“Jusonghamnida....”ucap orang yang ditabrak Yeol Mae.
“Ani....Aku yang minta maaf. Mianheyo.” setelah meminta maaf Yeol Mae pun berlalu untuk memesan kopi yang dipesan oleh Jae Kyung. Dan kembali ke tempat Jae Kyung.

Dua hari kemudian di Studio Yeol Mae.
Yeol Mae terkenal sebagai seorang komposer yang disiplin terhadap artis garapannya. Tak jarang penyanyi yang datang kepadanya harus terus mengulang.
“Aiguuu...Kenapa kalian selalu saja mengulang kesalahan yang sama. Okay, break time 30menit. Kita ulang lagi nanti.” ujar Yeol Mae.
Ia pun berlalu meninggalkan studio.
“Aaah, aku belum lapar tapi sudah waktunya makan siang apa aku ke coffee shop yang itu ya?” gumamnya.
“Ne...Kajjaaaa...”serunya kepada dirinya sendiri.

“Yogie, aku pesan americano dan apa kau punya waffle?”tanya Yeol Mae kepada staf coffee shop.
“Jusonghamnida, tapi kami tidak menyediakan waffle kecuali untuk Breakfast set.”
“Oh...Uhm tapi aku....”
“Ani, kami akan menyediakan pesanan yang anda minta.” ujar seorang yang terlihat seperti pemilik dari coffee shop tersebut.
“Jongmal?”tanya Yeol Mae dengan senyum senang.
“Ye, waffle apa yang anda inginkan. Ini ada beberapa menu waffle kami.”ujarnya seraya menyodorkan waffle menu.
Mata Yeol Mae naik turun membaca buku menu tersebut.
“Uhm, yogie...Uhm....”ujarnya ragu dan kembali melihat waffle menu.
“Apa diantaranya tidak ada yang sesuai selera anda?”
“Begini....Uhm aku ingin makan siang tapi sebenarnya aku tidak begitu lapar. Ottae?”
Pemilik coffee shop itu terlihat bingung tapi kemudian seperti memikirkan sesuatu.
“Okay....Sepertinya aku punya sesuatu yang cocok untuk anda. Apa anda menyukai strawberry?”
“Uhm...Nomu choa.”
“Chakamanyo, aku akan segera menyiapkan pesanan anda. Silakan tunggu.”
“Ne, gomapsseumnida sajangnim.”dengan tersenyum Yeol Mae pun duduk sambil menunggu.

“Hyung, apa tidak apa-apa seperti itu?”tanya staf coffee shop.
“Ne, kita harus mementingkan pelanggan.”
“Tapi wanita itu bukan pelanggan kita kan hyung?”
“Aish, jincha! Apa yang kau katakan! Semua yang datang ke coffee shop kita adalah pelanggan. Dan pelanggan adalah raja.”
“Ne, arasseo hyung.”

Tak berapa lama pesanan Yeol Mae pun tiba. Ia terlihat bingung dengan waffle yang dibawa oleh pemilik coffee shop tersebut.
“Yogie...?”
“Creme Brulee Waffle. Anda bilang ingin makan siang tapi tidak begitu lapar. Nah, ini pilihan tepat. Cicipilah.”
“Nde...” Yeol Mae mencicipi waffle tersebut.
“Ottae?”
“Masittaaaa....Nomu nomu choa.....Gamsahamnida sajangnim.”ujarnya.
Pemilik coffee shop itu tersenyum puas.
“Nikmati makan siang anda.”
“Ne.....”
Pemilik coffee shop itu pun berlalu meninggalkan meja Yeol Mae.
* Ponsel Yeol Mae berdering *
“Yaaa.. Seon Jae Kyung apa lagi yang kau inginkan dariku.”
Menyadari suaranya yang agak keras Yeol Mae pun meminta maaf ke sekeliling terutama sang pemilik coffee shop yang berdiri di belakangnya dengan ekspresi sedikit terkejut.

Hari minggu yang cerah, tiga sekawan itu berkumpul di apartemen Yeol Mae.
Mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol sepanjang hari.
“Yeol Mae-ya....Apa kau tidak lelah sendirian di umurmu sekarang?”tanya Jae Kyung.
“Ne, Yeol Mae. Apa kau tidak kesepian?” tambah Ji Hee.
“Ani...Nan haengbokae.”jawab Yeol Mae.
“Keundae.....Nae chingu.....” sebelum Jae Kyung meneruskan kata-katanya Yeol Mae pun berkata.
“Ya! Seon Jae Kyung! Apa kau berniat membuatkan aku blind date lagi? Huh?”cecar Yeol Mae.
“Yeol Mae-ya....Pria ini berbeda...”
“Tetap saja, aku Joo Yeol Mae. Mana ada pria yang tertarik padaku. Aku tidak seperti kalian. Aku tidak cantik dan menarik. Dan pria akan lelah menghadapi wanita sepertiku.”
“Jebal Yeol Mae....Untuk sekali ini saja. Paling tidak kalian berkenalan dari sms. Tidak perlu blind date dulu. Kalau kau tidak mau atau memutuskan untuk menolak pria itu juga tidak apa-apa paling tidak kalian saling mengenal dahulu. Ne?”
“Mwo? Sms? Yak. Seon Jae Kyung! Jangan bilang kau sudah memberikan nomorku padanya!”
“Mian....” jawab Jae Kyung seraya bersembunyi di balik Ji Hee.
“Seon Jae Kyuuuunnnggg...” Yeol Mae mengambil bantal kecil lalu memukul-mukulkannya ke Jae Kyung. Ji Hee sibuk meredakan perkelahian kekanakan dari keduanya sampai ponsel Yeol Mae berdering.
“Cukupppp...Yeol Mae ponsel mu ...”ucap Ji Hee sambil menyerahkan ponsel Yeol Mae.

SMS : “Annyeong, Na.. Jae Kyung chingu. Uhm, mungkin kau sudah dengar aku dari Jae Kyung atau mungkin tidak. Kekekekeke....Oh..Namaku Ji Hoon...Mannaseo bangapsseumnida Yeol Mae ssi”

Tanpa disadari Yeol Mae, Jae Kyung dan Ji Hee diam-diam membaca sms itu.
“Ya! Kalian mengintip yaaaaaa....Aish....” buru-buru Yeol Mae menyembunyikan ponselnya.
“Aiguuu....Nae chingu.” reaksi Jae Kyung saat mengetahui sms Ji Hoon.
“Apa kau tidak mau membalasnya?”tambah Ji Hee.
“Ani...Wae?”
“Apa kau takut?” ledek Jae Kyung.
“Aniiiiii.... Keurae....Aku akan membalas sms nya.”

SMS : “Annyeong Ji Hoon ssi, ne aku sudah mendengar tentangmu dari Jae Kyung. Na tto bangapsseumnida.”

“Aiguuuuu... Uri Yeol Mae...” ledek Jae Kyung dan Ji Hee bersamaan.
“Cukup....Kalian ini. Ya..Seon Jae Kyung sebenarnya ia siapa?”
“Nama nya Shin Ji Hoon, aku mengenalnya dari Jung Min. Karena aku sering bergabung dengan teman-teman Jung Min maka dari itu aku juga lumayan dekat dengan Ji Hoon. Ia pria yang baik.”
“Jongmalyo?” tanya Yeol Mae.
“Uhm...” balas Jae Kyung dengan yakin.

Malam itu setelah Jae Kyung dan Ji Hee pergi, ia masih menerima beberapa sms dari Ji Hoon.
Yeol Mae menanggapinya dengan tenang.
“Uhm, mungkin pria ini memang pria yang baik. Dia teman Jung Min berarti setahun lebih tua dariku.” gumam Yeol Mae sambil menatapi ponselnya.

Percakapan mereka lewat sms pun berlanjut.

Sudah genap dua minggu percakapan sms tersebut terjadi. Saat ini Yeol Mae sedang disibukan oleh pekerjaannya. Ia sedang mengkomposeri sebuah soundtrack film.
Ia bekerja siang dan malam, tanpa ia sadari sms dari Ji Hoon pun ia acuhkan.
Suatu malam Yeol Mae melihat lima panggilan tak terjawab dari Shin Ji Hoon.
“Igeo mwoya? Kenapa banyak sekali panggilan tak terjawab darinya? Aneh biasanya ia hanya melakukan percakapan sms denganku.” gumam Yeol Mae.
“Yeol Mae ssi kita masih harus mengedit bagian chorusnya.”seorang staf dari bagian recording membuyarkan lamunannya.
“Ne, algaesseumnida.”
Rasa penasaran Yeol Mae pun terlupakan.

Akhirnya pekerjaan Yeol Mae selesai.
“Aaaahhhh....Punggungku rasanya sakit sekali. Sudah jam berapa ini? Sudah berapa lama aku di studio? Ah, benar sudah tiga hari sejak dateline.”
Iapun pergi membasuh wajah dan ia merasa sangat lapar.
“Ne, tentu saja aku lapar. Sudah tiga hari aku tidak keluar. Waffle time!”
Ia bergegas ke coffee shop dekat studio miliknya.

“Jogiyo, apa aku masih bisa memesan menu waffle?”tanya Yeol Mae ke staf coffee shop.
“Ah ye, nona sangat menyukai waffle ya. Apa anda mau Creme Brulee Waffle?”
“Ani....Aku sangat sangat sangat lapar apa kau punya menu waffle yang bisa membuatku kenyang? Hehehe...”
“Tentu saja ada....” tiba-tiba si pemilik coffee shop datang.
“Ah sajangnim...”
“Ne, jika kau mau menunggu sejenak, aku akan membuatkan waffle yang akan membuatmu kenyang.”
“Tapi hyung tanganmu kan belum sembuh benar.”
Yeol Mae yang mendengar hal itu refleks melihat ke arah tangan pemilik kafe tersebut yang memakai perban di tangan kanannya.
“Apa kau cidera?” tanya Yeol Mae khawatir.
“Gwenchana, hanya cidera kecil. Nah kau tunggu sedikit agak lama. Aku akan segera membawakan waffle untukmu. Ne?”
“Uhm.” Yeol Mae menuruti kata-kata pemilik coffee shop tersebut.

Setelah agak lama menunggu tiba-tiba ia teringat dengan Shin Ji Hoon. Malam kemarin ia mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Ji Hoon.
“Aku harus meneleponnya.” gumam Yeol Mae.
Awalnya saat Yeol Mae meneleponnya sama sekali tidak diangkat dan kemudian samar-samar ia mendengar sebuah nada dering bersamaan dengan datangnya sang pemilik coffee shop yang sedang membawa pesanannya.

Mata mereka saling menatap.
Sepertinya yang mereka pikirkan sama. Setelah meletakan nampan di meja. Pemilik coffee shop mengangkat ponsel miliknya dan berkata “Ne, Yeol Mae ssi aku adalah Shin Ji Hoon.”
Saking terkejutnya Yeol Mae hampir terjatuh dari bangku tempatnya duduk
Dengan sigap Ji Hoon menarik pinggang Yeol Mae dengan tangan kanannya, tanpa sadar tangannya tersebut sedang cidera.


~To Be Continue~

Ji Hoon - Yeol Mae

Jumat, 07 September 2012

Bittersweet of Love


Cho Kyuhyun....
Sebenarnya kita ini apa?
Aku bagimu adalah apa?

Ingin rasanya aku menanyakan hal itu padanya tapi selalu berakhir dengan aku yang memendamnya kembali.

End POV

Sudah hampir enam bulan Sungyoung dan Kyuhyun “dekat”. Tidak ada siapapun yang menyadari kedekatan mereka selama ini. Walaupun mereka satu kelas tapi tidak ada satupun teman sekelas mereka yang tahu hubungan mereka.

Siang itu Sungyoung seperti biasa menyelesaikan tugas piketnya seusai sekolah. Shi Hyobin teman dekat Sungyoung menghampirinya.
“Yak! Lee Sungyoung kenapa kau selalu saja membiarkan bocah itu tidak mengerjakan piket!” bentak Hyobin.
“Mworago? Kau panggil apa dia? Bocah? Yak! Shin Hyobin kau cari mati ya!”
Refleks Hyobin menghindari kepalan tangan Sungyoung dari kepalanya.
“Aish...Lee Sungyoung kenapa akhir-akhir ini kau selalu membelanya! Jangan-jangan...”
“Mwo? Mwo? Wae?”
“Jangan-jangan kau memendam cinta dan bertepuk sebelah tangan dengannya?” karena takut dengan respon Sungyoung, Hyobin lalu pergi meninggalkannya.
“Mwoyaaaaaaaa? Yak Shin Hyobiiiiiiiiiinnnn!” teriaknya.



Memendam cinta? Bertepuk sebelah tangan?

Mungkin benar juga apa yang dikatakan Hyobin. Sebelumnya tidak ada “pernyataan cinta” yang nyata keluar dari keduanya.

Mengingat percakapannya dahulu dengan Kyuhyun :

“Kalau kau terus-terusan sebaik ini kepadaku aku bisa jatuh cinta padamu.” - Sungyoung
“Kalau itu terjadi berarti maksud hatiku tersampaikan.” - Kyuhyun

POV

Aigoooo... Lee Sungyoung...
Kalau dipikir-pikir tidak seperti remaja lainnya, aku dan Kyuhyun tidak pernah merasakan kencan yang sesungguhnya. Seusai sekolah ia pasti langsung pergi bekerja part time di Soul Caffee.
Kadang aku menemuinya disana tapi karena ujian akhir yang semakin dekat mau tidak mau sepulang sekolah aku harus ikut bimbingan belajar jadi tidak bisa menemuinya.
Akhir pekan bagiku sama saja. Kyuhyun harus bekerja part time lagi yaitu mengajar les privat kepada murid SMP.
Seingatku aku pernah mengajaknya belajar bersama di sebuah kafe tapi yang terjadi adalah Kyuhyun benar-benar BELAJAR!

Aissshhh... Saat aku mengeluhkan kenapa ia hanya diam saja. Ia hanya membalas “Kita kan sedang belajar”.
Kesal rasanya seperti mau mencengkeram kerah kemejanya dan berteriak kepadanya.

Drrrttt.... * ponsel nya bergetar
“Yeoboseyo?”
.....................
“Ah majayo, bimbingan belajarku! Ne, eomma aku berangkat sekarang”.

End POV

Sungyoung bergegas menuju tempat bimbingan belajarnya.

Secepat apapun ia berusaha untuk tidak terlambat ia masih saja telat.
Dengan ragu ia mengetuk pintu ruangan kelas.
“Masuklah.” saat mendengar jawaban dari dalam kelas iapun memberanikan diri untuk masuk.
“Jusonghamnida songsaengnim aku telat.” ujarnya seraya membungkukan badannya.
“Gwenchana, pelajaran baru saja mau dimulai.”jawab songsaengnim namun itu bukan suara yang biasa ia dengar.
Perlahan Sungyoung menegakkan tubuhnya hingga ia bisa melihat dengan jelas sosok di hadapannya tersebut.

Namja berkacamata itu jelas bukan songsaengnim yang biasa mengajarnya. Spontan saja ia memberikan tatapan bingung sehingga namja tersebut menyadarinya.
“Ah ye. Kau telat saat perkenalan tadi ya. Aku Lee Jang Woo untuk sementara menggantikan Kim Songsaengnim yang sedang sakit.” ujarnya seraya menjulurkan tangannya.

Dengan wajah terpesona iapun meraih uluran tangan Jang Woo. Namun ia segera tersadar dan bergegas menuju mejanya.

Entah kenapa perasaan yang sama muncul tiap kali ia melihat Jang Woo. Perasaan yang sama seperti yang ia rasakan terhadap Joongki.

"Sillyehamnida songsaengnim..."panggil Seungyoung seusai bimbingan belajar.
"Ne, Sungyoungie."
"Eh? Anda tahu namaku?" ucapnya dengan ekspresi terkejut.
Lalu Jang Woo agak membungkuk kearahnya dan mendekatkan wajahnya persis di hadapan Sungyoung.
"Mwo...mworago?" Seungyoung pun salah tingkah.
Dan Jang Woo menunjuk ke arah dada bagian kanan.
"Lee....Sung...Young...."
Sungyoung baru menyadari nametag seragam sekolahnya. Pantas saja Jang Woo langsung memanggil namanya.

"Ah ye, aku lupa aku kira songsaengnim sudah mengenal aku sebelumnya. Hehe.."katanya sambil terkekeh menahan malu.
"Ne....Aku memang sudah mengenalmu."
Mendengar kalimat menggantung dari mulut Jang Woo, Sungyoung tidak mau terburu-buru mengambil kesimpulan seperti sebelumnya lalu ia bertanya "Maksudnya songsaengnim?"

"Benar juga kau pasti lupa. Dan mungkin sudah lupa dengan janjimu kepadaku dulu."jawabnya dengan sedikit tersenyum ke arah Sungyoung.
"A..Aku tidak mengerti songsaengnim."
"Oppa....Kau dulu biasa memanggilku Woo Oppa."
"Woo oppa?"
"Kau masih belum mengingatku? Gwenchana, ingatlah perlahan ya.

Kata-kata Jang Woo masih teringat dalam pikiran Sungyoung.
Sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya ia tetap saja mengingat-ingat dimana ia dan Jang Woo saling mengenal.
Terdengar bunyi ketukan di pintu kamar Sungyoung.
"Seungyoungie keluarlah, kita sedang ada tamu." panggil Eomma.
"Ne eomma, chakamanyo."
Iapun bersiap keluar dari kamarnya.

Terdengar suara tawa namja asing dari arah ruang tamu.
Ragu ia melangkahkan kakinya hingga eomma memanggilnya.

"Sungyoungie, apa yang kau lakukan? Ayo cepat sapa tamu kita."
"Ne eomma...." dengan perlahan ia menghampiri ruang tamu dan mengucapkan salam.

"Sungyoung....Kita bertemu lagi...."
"Mwo? Songsaengnim? Kenapa ada disini?" dengan wajah terkejut ia mendapati Jang Woo dihadapannya.
"Aiguuu.... Sungyoung...Jadi benar apa kata Jang Woo kalau kau tidak mengenalinya?"tanya eomma.
"Ne?" Sungyoung semakin bingung.
Jang Woo mendekatinya dan mengusap lembut poni Sungyoung seraya berkata "Gwenchana eommonim, waktu itu Sungyoung kan masih sangat muda."
"Ah benar juga." lalu mereka melanjutkan percakapan.
Tapi tidak dengan Sungyoung yang masih keheranan. Ia sama sekali tidak ingat siapa itu Jang Woo.

Malam itu, percakapan eomma dan Jang Woo yang sesekali membahas masa kecil Sungyoung seakan namja itu benar-benar sangat mengenalnya.
Di saat seperti itu ia tidak menyadari ponselnya bergetar.
Nama 'Cho Kyuhyun' tertera di ponselnya.



POV
 Cho Kyuhyun? Kenapa ia meneleponku?
Aiguuu...Kenapa bisa tidak sadar ada telepon darinya...
Argh....

Lebih baik aku meneleponnya lagi.
Mwo? Nomornya tidak aktif? Marahkah?
Andwaeee....

End POV

Dengan tergesa-gesa ia berlari keluar dengan cepat ia meraih tasnya.
Di hari minggu seperti ini Kyuhyun tidak bekerja part time di kafe, biasanya ia ada di perpustakaan.

Sesampainya disana ia melihat hampir ke seluruh sudut ruang perpustakaan dan ia tidak menemui sosok nya. Lalu ia mencoba mencarinya di salah satu siswa les privat Kyuhyun yang ia perkenalkan padanya dulu.
Namun ia pun tidak mendapatinya disana.

RUMAHNYA! Batin Sungyoung berkata, tapi sampai detik itu pun ia tidak mengetahui rumah Kyuhyun.
Kyuhyun tak pernah mengizinkannya ke rumahnya ataupun tahu tentang rumahnya.

Air mata mulai mengalir di sudut matanya. Tak henti-hentinya ia menyesali kenapa ia tidak tahu Kyuhyun meneleponnya malam tadi.
Sungyoung adalah tipe yang akan mengeluarkan air matanya walau dimanapun ia berada.
Jika rasa sesak memenuhi relung hatinya ia hanya bisa menangis.



Sosok Sungyoung yang duduk di anak tangga dengan isak tangis yang terdengar membuat orang-orang yang melewatinya melihat dengan pandangan aneh.

Hingga seseorang menyentuh pundaknya dan memanggilnya.
"Sungyoung, apa yang kau lakukan disini?" Sungyoung pun menengadahkan kepalanya.
"Yeonjoo unnieeeeeeeee..." panggil Sungyoung seraya berhambur ke pelukan Yeonjoo.
"Wae kau menangis di pinggir jalan seperti ini? Tadinya aku ragu ini kau atau bukan. Marhaebwa "
"Unnieee...Apa kau tahu dimana rumah Kyuhyun? Aku.. Aku mencarinya...Tapi....Huwaaaa..." ia pun kembali menangis dan kali ini makin menjadi-jadi.

"Aiguuu.... Uljima....Ayo tenangkan dirimu dan perlahan ceritakanlah ada apa dengan Kyuhyun?"
"Ne unnie...."
Beberapa saat kemudian Sungyoungpun tenang dan ia mulai bercerita.
"Tadi malam aku mendapat banyak panggilan tak terjawab dari Kyuhyun tapi aku baru menyadarinya tadi pagi. Dan saat aku meneleponnya nomornya sudah tidak aktif, lalu aku mencarinya ke tempat-tempat biasa yang ia datangi setiap hari minggu tapi aku tidak menemukannya. Dan aku tidak tahu dimana rumahnya."

"Uhm, begitu ya. Kalau begitu aku antar kau kerumahnya. Mendengar ceritamu aku juga menjadi khawatir."
"Jincha unnie?"
"Ne, kachik kajja."

Akhirnya mereka sampai di sebuah apartemen kecil dengan bangunan tua nya dan aroma pengap yang mengelilingi sekitarnya.
Yeonjoo menekan bel tepat di salah satu pintu apartemen di lantai 7 tersebut.
Muncullah sesosok wanita tua.
"Halmeonie, Kyuhyunie...Apa ia ada?" tanya Yeonjoo kepada wanita tua itu dengan suara yang agak keras.

Sosoknya yang seperti berumur 80th itu membuat Sungyoung bertanya-tanya dalam hati. Apakah ia nenek Kyuhyun? Apa pendengarannya sudah memburuk?

"Kyuhyunie? Ia pergi...."
"Eodi?"
"Nae ttal menjemputnya pagi ini, ia menikah dengan seorang pria kaya dan ingin Kyuhyun tinggal dengannya."

Jantung Sungyoung seakan terkena goncangan yang hebat mendengarnya.
"Halmeonie....Apa kau tahu dimana mereka tinggal?"
"Mereka sudah bukan keluargaku jadi jangan tanya aku lagi. Kha! Kha!"
Dengan kasar nenek Kyuhyun mengusir Yeonjoo dan Sungyoung.

Sudah tiga hari semenjak kejadian itu ia tidak mendengar kabar dari Cho Kyuhyun sama sekali.
Dari yeonjoo ia mengetahui kalau Cho Kyuhyun berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Ayah dan Ibunya yang bercerai membuatnya untuk tidak memilih satu diantara mereka untuk tinggal tapi ia memilih tinggal bersama neneknya.
Ayahnya sudah lama menikah dengan wanita lain.
Itulah sebabnya ia bekerja keras seorang diri.
Menjadi barista adalah cita-citanya karena ia senang melihat orang-orang yang meminum kopi merasa senang. Ia memiliki otak yang cerdas namun ia tidak mau menjadi seorang guru atau semacamnya karena ia tidak mau menjadi seperti ayahnya yang seorang profesor.
Ia berpikir otak yang cerdas tidak membuat seseorang menjadi baik karena ayahnya pun meninggalkan ibunya demi wanita lain yang lebih berpendidikan dan kaya.

"Sungyoungie....Sebenarnya kau sakit apa? Sudah tiga hari ini kau tidak nafsu makan. Beranjak dari tempat tidurpun tidak. Ada apa denganmu Sungyoung?"
Ibu Sungyoung sangat khawatir dengan putri satu-satunya itu.
Terdengar bunyi ketukan pintu dari depan kamar Sungyoung, lalu seseorang membuka pintu.
"Jang Woo, kau datang."
"Eommonim, sudahlah biar aku yang menemani Sungyoung, beristirahatlah eommonim."
"Ne, aku harus mengurus makan malam. Tolong temani uri ttal, ne Jang Yoo?"
"Ne eommonim."
Melihat Sungyoung yang hanya terbaring di ranjangnya ia tiba-tiba teringat masa kecilnya bersama Sungyoung.

Flash Back

Jang Woo, 12th adalah anak dari teman ibu Sungyoung.
Sejak kecil Sungyoung kecil (6th) selalu menghabiskan waktu bersamanya.
Suatu ketika saat mereka bermain bersama Sungyoung terjatuh dan menangis kencang.
Membuat Jang Woo kebingungan.
"Sungyoungie...Uljimayooo..."pinta Jang Woo namun Sungyoung masih menangis.
"Jika kau menangis seperti itu tidak akan ada yang mau jadi pengantinmu."tambah Jang Woo.
Bukannya berhenti, tangis Sungyoung makin menjadi-jadi."
"Gwenchana...Jika tidak ada yang mau menikah denganmu. Aku yang akan menikahimu."
"Jongmal woo oppa?"
"Ne..."
"Yaksok?"
"Uhm."

End of Flash back

Masa lalu yang telah dilupakan oleh Sungyoung namun tetap ia ingat.

Setelah Ibu Sungyoung menutup pintu, Jang Woo perlahan duduk di bangku sebelah ranjang Sungyoung.
"Sungyoungie, oppa tidak tahu apa yang terjadi denganmu. Tapi coba lihatlah ini."
Ia menyodorkan sebuah album foto berwarna putih dengan bunga-bunga kecil di tengahnya.


Beberapa foto Sungyoung dan Jang Woo ada di dalam album foto tersebut.
"Ini...Sungyoung yang kukenal. Sungyoung yang ceria yang walau sedikit cengeng tapi tidak seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan eommonim? Apa ia punya salah sampai kau membuatnya khawatir seperti ini? Sungyoung apapun yang terjadi padamu pasti eommonim bisa merasakan. Saat kau sedih ia pasti lebih sedih. Saat kau sakit ia pasti lebih sakit."
Sudut mata Sungyoung mulai berair mendengar kata-kata Jang Woo.

Jang Woo benar, ia tidak boleh membuat eomma nya sedih hanya karena ia sedih.

"Mianhe..." lalu air mata Sungyoung berderai.
Dengan lembut Jang Woo memeluknya.
"Gwenchana..."

Waktupun berganti, Sungyoung pun menyelesaikan sekolahnya di SMA.
Dan sudah 4th ia menjadi seorang mahasiswi di salah satu universitas ternama.
Hampir setiap hari ia lalui bersama Jang Woo.

Siang hari di Haeundae street.

"Oppa......Aku berjanji akan mentraktirmu jika aku bisa menjadi intern. Nah....Oppa mau aku traktir apa?"
"Uhm...." mata Jang Woo mengarah ke restoran steak.
"Oppaaaa...Masa oppa meminta traktiran yang mahal seperti itu dari mahasiswi sepertiku?"
"Hahaha...Kau kan akan menjadi intern. Kalau begitu aku mau itu saja." jari Jang Woo mengarah ke sebuah kafe.
"Kopi?" tanya Sungyoung memastikan.
"Uhm, aku haus. Traktir aku kopi ya."

Sungyoung ragu saat melangkahkan kakinya ke sebuah coffee shop.
Tapi karena itu janjinya maka ia menemani Jang Woo ke coffee shop itu.
"Aku mau 1 coffee latte dan 1 americano."pesan Jang Woo.
"Oppa, kenapa kau pesan 2 sekaligus? Apa kau mau meminum kedua-duanya?"
"Ani, coffee latte untukmu."
"Mwo? Tapi aku tidak minum kopi."
"Agassi, anda tidak minum kopi? Tapi dijamin setelah meminum kopi buatan barista kami kau pasti akan menyukainya." ujar salah seorang namja yang menjadi kasir di tempat itu seraya mengarahkan telunjuknya ke seorang barista muda.

"Cho Kyuhyun...!" alangkah terkejutnya Sungyoung yang tiba-tiba mendapati sosok Kyuhyun dengan apron hitam dan kemeja putih yang ia kenakan.
Tanpa ragu ia berlari ke arah Kyuhyun, "Nappeun....Nappeun namja.....Kau meninggalkanku begitu saja."

"Sungyoung....Mianhe....."
"Neol nappeunun! Aku tidak peduli kau menganggapku apa tapi aku mencintaimu Cho Kyuhyun."
"Babochi....Kau pikir aku tidak tersiksa jauh darimu. Aku Cho Kyuhyun selama ini berusaha menjadi seorang namja yang lebih baik dan akan kembali padamu."
"Ani...Aku tidak butuh itu. Yang aku mau seorang Cho Kyuhyun. Pria yang membuatku jatuh cinta dengan senyuman yang hangat itu."

POV

Ternyata aku tidak butuh pernyataan cinta dari Kyuhyun aku hanya menginginkannya tetap berada di sisiku.
Aku yang berpikir bisa melupakanmu sejenak sirna dan kembali mencintaimu saat aku melihatmu.
Walau waktu berganti hanya ada ia di hatiku - Cho Kyuhyun.

Bagai rasa kopi yang pahit yang manis seketika tertuang krim dan gula.
Begitulah pahit manis cintaku....

End POV

Pahit manis cinta yang terpendam jauh lebih dalam dirasakan oleh Jang Woo.
Baginya Sungyoung bukanlah sekedar gadis kecil.
Baginya Sungyoung adalah cinta pertamanya.
Tapi Jang Woo sadar kisah masa lalu nya hanya akan menjadi kenangan indah.

~THE END~